Sabtu, 24 Maret 2012

Di cabuli kak Fandi

Berawal dari sebuah permainan olok olokan bersama teman teman asrama. Kami menyebutnya main “jajah jajahan”. Permainan ini bisa berupa permainan apa saja misalnya main Kartu Domino, Kartu Remi sampai main petak umpet. Yang pasti barang siapa yang kalah harus di jajah makanya permainan ini di sebut “Jajah Jajahan”.

Bentuk Hukuman jajah jajahan itupun beragam bisa di suruh mengisi bak kamar mandi, membersihkan toilet, mengerjakan PR bahkan uji nyali.

Nah, yang kami lakukan waktu itu adalah bermain Domino dengan hukuman berupa “Uji Nyali”. Saya sebenarnya cukup jago dengan permainan yang satu ini, tetapi permainan tetap permainan tidak mungkin kita selamanya menang. Sayapun mengalami kekalahan dan teman teman memberikan saya hukuman yang awalnya saya rasa cukup ringan yaitu hanya untuk mengatakan sesuatu kepada salah seorang kakak senior di Asrama kami bernama yang bernama Fandi.


Kata teman teman saya, Kak Fandi sekarang lagi pacaran sama seorang teman sekelasnya bernama Muthia. Hukuman saya dari teman teman adalah untuk mengatakan “Kak Fandi Pacarnya Muthia” sebanyak 3x persis di depan Kak Fandi secara angsung dan sayapun menyetujuinya.

Saya melihat Kak Fandi sedang duduk di bawah pohon ketapang sambil menyeka keringatnya sehabis bermain Bola. Sayapun langsung mendekati Kak Fandi. Teman teman saya memperhatikan dari jauh sambil sesekali mereka tertawa girang dengan hukuman yang telah mereka jatuhkan terhaap saya.

Begitu sampai persis di depan Kak Fandi saya dengan tanpa beban langsung mengucapkan dengan sangat lantang “Kak Fandi Pacarnya Muthia”. Belum juga sampai tiga kali saya menucapkan kata kata tersebut saya melihat Kak Fandi melotot dan langsung bangkit dari tempat duduknya. Sayapun mulai risih (Baca: takut) dan langsung berlari menjauh. Eeeh ternyata Kak Fandi mengejar saya.

Sayapun berlari sekencang kencangnya namun Kak Fandi yang jago bermain bola di Sekolah hanya beberapa langkah saja dari saya. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk ke sebuah ruangan kosong bekas kelas yang sudah tidak terpakai dan bersembunyi di bawah kolong meja.

Sayangnya Kak Fandi tahu tempat persembunyian saya. Diapun langsung mendekati saya dan menarik saya dengan kasar dari bawah kolong meja. Saya sama sekali tidak berdaya. Saya hanya bisa meminta ampun sama Kak Fandi. Tetapi dia terus saja mencengkeram kedua lengan saya, menariknya kebelakang dan menguncinya sampai saya meringis kesakitan. Kata ampun dan maaf tak henti hentinya saya ucapkan tetapi Kak Fandi sepertinya sudah terlalu marah sama saya. Dia tetap tidak memperdulikan rasa sakit yang saya alami sampai kemudian dia berkata
“Kamu tahu yang namanya Muthia itu?” saya hanya bisa menggelengkan kepala
“Mana mungkin saya tahu nama anak anak SMA, saya kan masih SMP walaupun kita sama sama tinggal di satu asrama” pikirku salam hati.
“Dia itu mirip Betty La Fea (Waktu itu lagi ada telenovela Betty La Fea), Dia siswi paling jelek di kelas saya” katanya melanjutkan perkataannya.
“Maaf Kak, saya benar benar tidak tahu” timpalku sambil menahan rasa sakit akibat pelintiran tangannya yang kuat.
“Sekali lagi kamu katain saya pacaran sama Muthia, saya perkosa kamu” kata Kak Fandi lagi sambil menempelkan badannya persis di pantat saya.
“Mau kamu saya perkosa?” tanyanya lagi
“Tidak Kak, ampun” jawabku sambil memelah

Entah kenapa tiba tiba saya merasakan ada sesuatu yang mulai mengeras yang menggesek gesek pantat saya. Sepertinya Kak Fandi ereksi. Saya pun semakin merasa takut tetapi Kak Fandi sepertinya menikmati apa yang dia lakukan. Dia mulai menggoyang goyangkan pantatnya sambil tetap mengarahkan kedua tangan saya ke atas meja. Posisi sayapun jadi semakin menungging. Kak Fandi sepertinya sudah kehilangan akal sehatnya. Dia tiba tiba mencium tengkuk saya dan saya mendengar desahan yang berbeda dari irama napasnya. “oohh Kamu mau saya perkosa?” katanya lirih. Saya tidak menjawab apa apa karena saya sendiri tiba tiba menjadi ereksi juga.

Kontol saya yang ereksi terasa sesak dan sakit karena mepet ke meja, lalu saya berusaha untuk melepaskan cengkeraman tangan Kak Fandi bukan untuk berontak tetapi untuk membuat saya lebih nyaman. Tetapi Kak Fandi menilainya salah. Dia mengira saya mau melawan jadi cengkeramannya semakin kuat.
Kak Fandi memiliki badan yang sangat besar dan kekar. Walaupun masih SMA tetapi dia sangat rajin olah raga. Selain Sepak Bola, di kamarnya penuh dengan Barbel berbagai ukuran yang dia buat sendiri menggunakan campuran semen. Wajah dan postur badannya sangat mirip dengan Bintang Film Philippine Janvier Daily.Itulah satu satunya alasan kenapa sekarang aku sangat menggilai Aktor asal Philippines ini. Walaupun banyak sekali yang lebih ganteng darinya. Tapi dialah gambaran sempurna dari Kak Fandi.


Merasa semakin sakit akibat cengkeraman Kak Fandi, akhirnya saya beranikan diri untuk bicara

“Kak lepasin tangan Kakak, saya tidak akan melawan Koq. Cuma tangan saya dan kontol saya sakit terkena meja” kataku pelan seraya berbisik.

Akhirnya Kak Fandi melepaskan cengkeraman tangannya. Sekarang dia malah memeluk badan saya dari belakang sambil terus menggoyangkan pantatnya dan menciumi tengkuk saya.

Aku bisa merasakan dengan jelas betapa besarnya kontol Kak Fandi yang tersembunyi di balik Celana Sepak Bola berwarna Putih yang dia gunakan.
“Kita buka baju ya” katanya berbisik di telingaku. Aku hanya diam tak menjawab. Sebenarnya aku masing bingung dengan apa yang terjadi. Di satu sisi aku takut akan benar benar di perkosa oleh Kak Fandi selain karena takut akan kesakitan tetapi juga takut karena tahu ini sesuatu yang salah.

Tanpa menunggu persetujuanku Kak Fandi membuka kancing bajuku satu persatu (Aku masih dalam posisi membelakanginya). Aku hanya bisa pasrah mengikuti permainannya. Setelah menanggalkan bajuku, dia tiba tiba membuka kancing celanaku dan menurunan resletingku. Ada perasaan panic sebenarnya dalam hatiku. Tetapi lagi lagi, aku hanya bisa diam dan pasrah. Tetapi begitu dia menurunkan Celana dalamku, aku beranikan diri membalikkan badan kea rah Kak Fandi dan Berkata
“Tolong, Jangan lakukan ini Kak” pintaku mengiba.
Kak Fandi tersenyum kepadaku lalu berkata “ Jangan khawatir, aku tidak akan masukin. Aku hanya ingin kamu menjepit kontolku pake paha kamu”.

Aku kembali terdiam menuruti apa yang dilakukan Kak Fandi. Dia lalu membuka kaosnya dan langsung menidurkan aku di atas bangku panjang. Dia menindihku sambil menggoyangkan badannya seirama dengan nafsu yang tengah menggelora di otak Kak Fandi. Anehnya aku semakin menikmatinya. Tanpa di komando tiba tiba tanganku meraih celana Kak Fandi dan meremas remas pantatnya serta sesekali meraba raba Kontolnya yang ternyata sangat besar.

Entah kenapa aku tiba tiba memberanikan diri memelorotkan Celana Kak Fandi. Dia pun membantu aku melepas celananya. Kini tinggal Celana Dalam putih ketat yang membungkus pantat gempal dan Kontolnya yang besar. Dia kembali tersenyum padaku. Aku meremas kedua bongkahan pantat gempalnya. Kak Fandi memejamkan mata seperti sangat menikmatinya.

Tak tahan melihat isi di balik celana dalam putih Kak Fandi, akupun langsung memelorotkan celana dalam itu dan oohh, sebuah rudal besar berukuran mungkin 18 cm keluar dengan gagah perkasa dan bahkan terlihat angkuh karena ujungnya sedikit melengkung ke atas. Aku tidak pernah melihat kontol sebesar itu. Apalagi di tumbuhi bulu bulu lebat dan terlihat berotot. Di bawahnya menggantung dua biji pelir yang juga cukup besar.

Aku merasa mulai gila, aku tak sanggup menahan rasaku. Aku memegang kontol itu dan mengelusnya sambil sesekali meremas remas buah pelir Kak Fandi.
Kak Fandi kembali tersenyum padaku. Diapun meremas remas kontolku dengan lembut. Aku merasakan sensasi luar biasa.
Tak puas dengan hanya memainkan kontol Kak Fandi, aku meraba pantat gempalnya dan sesekali meremasnya kuat. Kak Fandi sepertinya mengerti kalau aku menyukai pantatnya. Tiba tiba dia berbisik padaku
“Kamu mau diatas?”

Setelah mengecup keningku dia mengangkatku dari bangku lalu menggantikan aku merebahkan badannya di atas bangku dengan posisi tengkurap.

Aku melihat keringat mulai meleleh dari punggung Kak Fandi yang mengalir kea rah pantatnya. Aku menjadi semakin bernafsu. Lalu aku menindihnya Kak Fandi dan menggoyang goyangkan kontolku di atasnya.

Kak Fandi membimbing kontolku ke arah pinggangnya dan menjepitnya lembut. Aku pun mulai memompakan kontolku dalam jepitan paha Kak Fandi. Tetapi hasratkau terhadap pantat Kak Fandi jauh lebih besar. Aku menarik kontolku dan mengarahkannya ke bongkahan pantat Kak Fandi.

Mungin Kak Fandi mengerti keinginanku, dia merenggangkan kedua pahanya sehingga aku bisa dengan lebih mudah menggesekkan kontolku di antara bongkahan pantat Kak Fandi yang di tumbuhi bulu bulu halus.. Aku merasakan sensasi kehangatan yang luar biasa. Nafsuku semakin membuncah, Ingin rasanya aku mencoba memasukkannya kedalam lubang kenikmatan Kak Fandi tetapi tiba tiba Kak Fandi membalikkan badannya.

Dalam posisi duduk dia menyandarkan punggungnya di tembok lalu membimbing aku untuk duduk menempel di atas pahanya.
Kak Fandi meraih kemaluanku dan mengocoknya bersamaan dengan kemaluannya sendiri yang sudah mulai mengeluarkan sedikit precum.
Aku memperhatikan wajah tampan Kak Fandi yang terus terpejam menikmati kenikmatan. Ku perhatikan dia sesekali menggigit bibirnya.

Kami semakin basah oleh peluh. Kembali keperhatikan wajah tampan Kak Fandi, aku tak tahan melihat bibir tipis yang sesekali di gigitnya.

Kudekatkan mukaku kepadanya. Lalu aku memberanikan diri mengecup matanya yang masih terpejam. Diapun membuka matanya dan memandangiku dengan penuh seksama namun dia kembali terpejam. Aku bagaikan di tarik magnet yang sangat kuat. Tiba tiba bibirku sudah mendarat tepat di bibirnya. Dia hanya terdiam tak bereaksi sama sekali tetapi aku merasakan kalau dia sangat menikmatinya. Sambil mengocok kemaluanku dengan tangan kanan, Tangan kiri Kak Fandi meremas remas bongkahan pantatku.
Aku kembali mencium Kak Fandi. Aku membasahi bibirnya dengan lidahku, lalu melumat bibir bagian bawahnya tapi Kak Fandi belum juga membalas walaupun mulutnya sudah mulai sedikit terbuka sehingga aku bisa memainkan lidahku di bagian dalam bibir Kak Fandi sambil sesekali melumatnya. Aku semakin menikmati apa yang aku lakukan. Dengan lidahku aku mencoba menerobos dinding mulut Kak Fandi yang masih tertutup oleh giginya yang tertapa rapi. Usahaku berhasil. Kak Fandi membuka mulutnya agak lebar sehingga aku bisa menempelkan ujung lidahku dengan lidahnya sambil sesekali kami sama sama saling menggoyangkan lidah kami. Aku yang semakin menikmati permainan lidah ini tak mau hanya sampai disitu. Aku menjadi lebih agresif. Aku mulai memancing agar bisa melumat lidah Kak Fandi sepenuhnya. Kembali usahaku berhasil, Kali ini Kak Fandi mulai membuka matanya dan menatapku sebentar. Kemudian dialah yang menyasar mulutku dan merengkuh lidahku seolah olah ingin melumat sampai ke ujungnya. Sesekali aku merasa kewalahan.

Kembali mata kami saling bertatap seolah ingin bertutur betapa kami sangat menikmati semua ini. Kak Fandi kemudian menjilati leherku dan dadaku yang penuh dengan keringat. Lalu dia mencucup putting susuku sambil sesekali menggigitnya. Akupun menggelinjang menahan nikmat luar biasa setiap kali dia menggigit putting susuku. Akupun mencoba meraih dadanya dan melakukan hal yang sama. Aku memelintir putting susu Kak Fandi dengan jari tanganku. Aku mendengar dia melenguh menahan nikmat. Lalu aku kembali mengambil control. Tanpa mempedulikan keringat yang bercucuran di dada Kak Fandi aku menjilatnya dan sesekali menggigit putting susunya sambil tangan kiriku memainkan putting susu yang satunya. Aku mendengar Kak Fandi mengerang nikmat.
Dia mengangkat mukaku lalu mencium bibirku dengan sangat kuat sambil tangannya semakin kencang mengocok kontolnya. Badan Kak Fandi menggelinjang kuat dan memuncratkan pejuh yang begitu banyak ke badanku. Cukup lama kontol Kak Fandi tak henti hentinya mengeluarkan cairan membuat akupun semakin terpacu mengocok kontolku sendiri.

Melihat aku yang belum keluar, Kak Fandi kembali menciumiku dan memijit buah pelirku. Akupun mulai merasakan badanku serasa mengejang dan tak kuasa menahan cairan kental keluar dengan sangat deras dari batang kemaluanku memenuhi perut dan dada Kak Fandi.

Kami sama sama menarik nafas panjang. Kami hanya saling pandang tapi tak berbicara. Aku tertegun dalam diam.

Aku kemudian beranjak dari tempat dudukku dan mengambil pakaianku. Tanpa mampu berkata apa apa aku hanya bisa memandang Kak Fandi dan berlalu dari tempat itu.

Aku setengah berlari bergegas menuju ke kamarku yang berjarak sekitar 100 meter dari TKP.

Di dalam kamar, aku kembali mengenang hal yang baru saja aku lakukan dengan Kak Fandi. Entah kenapa aku mulai merasa bersalah, menyesal dan bahkan malu sama diriku sendiri.

Beberapa teman yang melihatku seperti orang linglung sempat bertanya “Kamu lagi sakit ya?” Tanya teman sekamarku Ronni. Aku tidak menjawab. Aku beranjak mengambil handuk lalu bergegas menuju kamar mandi.

Di dalam kamar mandi aku menangis, aku muak dan marah sama diriku sendiri. Aku lampiaskan kemarahanku dengan menghantam tembok dinding kamar mandi sampai tanganku terasa perih karena lecet.
Rasa sakit akibat menghantam tembok tidak ada artinya di bandingkan dengan rasa sakit hati terhadap diriku sendiri yang telah melakukan perbuatan hina. Air mataku semakin tak terbendung. Aku lalu membenamkan mukaku kedalam bak kamar mandi dan berteriak sekencang kencangnya sampai nafasku terasa sesak.
Akumenggosok badanku dengan sikat pakaian berharap semua dosa dan noda yang melekat di badanku bisa luntur bersama daki yang melekat di tubuhku.

Begitu keluar dari kamar mandi aku melihat Kak Fandi berjalan kearah kamar mandi. Dia memandangku sejenak lalu menunduk.
Entah kenapa aku mulai merasa muak, jijik dan bahkan mungkin benci melihat wajah Kak Fandi. Aku merasa sangat sakit hati.

Dalam Do’a ampun penuh penyesalan aku terlelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar