Sore itu saya melakukan sedikit shopping disupermarket kecil di dekat
rumahku, AMARKET. Meski kecil, tempatnya nyaman, dan juga beberapa
pegawai prianya yang lumayan ganteng. Ada satu pegawai yang sangat
menarik. Namanya Sunaryo, tapi dipanggil Naryo.Umurnya sekitar 20an,
masih muda. Rambutnya pendek rapi, baru saja dicukur. Wajahnya ganteng
sekali,apalagi jika dia sedang menyisakan sedikit sisa
cukuran kumis dan brewoknya. Ah, gak tahan! Kulitnya memang gelap,
seperti kulit kebanyakkan pria Jawa.Badannya biasa saja, tertutup oleh
seragam kaos kemeja merah AMARKET. Namun saat dia menyilangkan lengannya
di depan dada, nampak bahwa kedua tangannya itu lumayan kekar. Tiap
kali berbelanja di situ, saya sering curi-curi pandang, berpura-pura
mondar-mandir melihat barang. Sikap Naryo biasanya terlihat dingin,
jarang senyum, kecuali jika sedang diajak bicara.
Entah kenapa, saat itu, ketika saya diam-diam memperhatikannya, Naryo
ternyata membalas pandangan mataku. saya deg-degan sebab pandangan
matanya
terlihat kaku dan dingin, seolah dia mencurigai saya ingin mencuri
sesuatu. Memang tingkah lakuku terlihat agak aneh. Tapi hal itu
disebabkan karena saya salah
tingkah memperhatikan dia, bukan karena saya berniat mencuri. Namun Naryo mendekatiku dan berbisik,
“Tingkah lakumu aneh banget dari tadi. Mau nyolong yach?” Nampaknya Naryo mencoba untuk tidak menimbulkan kehebohan.
“Nggak,” jawabku, gugup. Jelas saja aku gugup,ditanyai oleh pria yang
saya taksir. Apalagi naryo ganteng. saya megap-megap mencari napas,
sesak.
“Ayo sini, ikut saya ke atas,” ujar Naryo. Tanganku langsung ditarik.
Saya tak bisa melawan, sebagian karena saya memang ingin diajak pergi
olehnya. Tak ada pengunjung toko yang memperhatikan kami. Namun salah
satu pegawai pria, teman kerja Naryo, melihat kami. Naryo membawaku ke
belakang toko. Sebuah tangga menuju lantai atas berlokasi di situ.
Pegawai ganteng itu lalu membawaku naik ke lantai atas. Lantai atas
dibangun untuk kebutuhan tempat tinggal para pegawai toko. Saya hanya
melihat sebuah lorong pendek dengan banyak pintu, seolah sedang berada
di dalam sebuah motel kecil. “Sini, masuk,” kata Naryo, membuka sebuah
pintu. Ternyata saya dibawa masuk ke dalam gudang.
Gudang itu kecil, hanya diterangi sebuah lampu neon remang-remang.
Tak ada jendela satu pun; hanya ada sebuah ventilasi. Suasana terasa
sesak dan pengap.
Berbagai kotak produk bertumpuk di mana-mana. Naryo menutup pintu.
Jantungku berdebar kencang, tak tahu apa yang sedang terjadi. “Kamu
nyolong apa tadi?”
tanyanya agak ketus.
“Nggak kok,” jawabku, agak gemetar. Meski saya memang tak berslah, tetap saja takut.
“Bohong kamu! Sini, saya geledah,” balas Naryo. Dengan kasar, kedua
tangannya meraba-raba badanku dari leher turun sampai ke pinggang. Saat
dia sibuk meraba-raba
celana pendekku, saya hampir tak dapat menahan gejolak nikmat karena
tangannya tanpa sengaja mengelus-ngelus kontolku yang mulai ngaceng.
“Apa ini?” tanyanya, agak
kesal.
“Hmm… anu… itu batang saya,” jawabku, malu-malu sekaligus takut.
Kontolku tumbuh semakin besar dan panjang, menciptakan tonjolan besar di
dalam celana
pendekku. Tonjolan itu semakin besar berhubung sayatidak mengenakan celana dalam.
“Bohong, pasti barang curian. Ayo, buka!” gertaknya. Dan sebelum saya
sempat membela diri, tiba-tiba Naryo sudah menarik celanaku turun.
SRET! Kontol ngacengku
terekspos, bergoyang naik turun, terkena celana, di depan Naryo.
Kedua bola pelerku tergantung lemas karena suhu ruangan yang agak panas.
Tiba-tiba saja, kemudian, Naryo menggenggam batang kontolku dan
langsung mengocok-ngocoknya. Tak ayal lagi, saya
mendesah kenikmatan. Melihat aku sangat menikmatinya, Naryo berkata, ”
Bener dugaan gue. Loe ini homo. Pantes aja loe sering ngeliatin gue
diam-diam. Kirain
gue gak tau?” Dengan kasar, Naryo juga melepas kaosku. Aku kini
berdiri bertelanjang bulat di hadapan pria yang sering mengisi fantasi
mesumku tiap kali saya onani. “Ini yang loe mau kan?” tanyanya dengan
nada mencibir seraya memelorotkan celana panjangnya. Dengan kasarnya,
Naryo memaksaku berlutut di depannya.
“…hhohh…” desahku ketika mataku menangkap pemandangan yang
menakjubkan. Di depanku terpampangcelana dalam Naryo, briefs putih.
Celana dalam itu nampak ketat sekali, terlalu sempit untuk ukuran
pinggang pria ganteng itu. Benjolan besar nampak menghiasi bagian depan
briefs itu, lengkap dengan noda basah. Rupanya Naryo sudah merencanakan
semua itu sehingga dia sudah terlanjur terangsang. Kudekatkan hidungku
pada tonjolan itu dan kuhirup dalam-dalam aroma kelaki-lakian Naryo.
Mmm… sedap.. Aroma precum menyengat hidungku, merangsang nafsu birahiku.
“Jangan dihirup doank. Buka!” perintah Naryo, menekan kepalaku dengan kasar.
Dengan tangan gemetar karena gugup, saya menyelipkan jari-jariku
masuk ke dalam karet celana dalamnya. Kulit tubuh Naryo terasa hangat
dan agak basah dengan keringat. Lalu kepelorotkan celana dalam itu.
Kontol Naryo mendesak keluar dan langsung menampar pipiku. Aku kaget dan
melepaskan celana dalam itu. Briefs putih milik Naryo turun dengan
sendirinya sampai ke mata kaki. Di hadapanku, kontol ngaceng kepunyaan
Naryo terlihat begitu menggoda.
Seperti kontol orang Jawa kebanyakkan, kontol Naryo bersunat. Jahitan
sunatnya sangat bagus sehingga Naryo seolah terlahir dalam keadaan
bersunat. Kepala kontolnya berkilauan berlumuran dengan cairan precum.
Tegang, kontol itu berdenyut-denyut. Bentuknya indah sekali, seperti
helm baja kemerahan. Ukurannya pun lumayan besar. Di pangkal batangnya
ditumbuhi jembut. Kontol Naryo sungguh ……pun lumayan besar. Di pangkal
batangnya ditumbuhi jembut. Kontol Naryo sungguh kontol terindah yang
pernah
kulihat. Kulihat Naryo mendelik padaku, memaksaku dengan pandangan matanya untuk segera menghisap batang kemaluannya itu.
“Ayo, tunggu apa lagi. Isep kontol gue. Loe doyan kontol kan?
Sekarang gue kasih kontol gue. Cepet isep!” perintahnya. Kontolnya
didorong paksa ke
bibirku. Noda precum melumuri bibirku. Tanpa membantah, aku membuka
mulutku. Kontol besar itu pun masuk. Mulutku penuh dengan batang
kelaki-lakian Naryo. Rasa precumnya yang asin dan licin memenuhi syaraf
perasa lidahku. Kontol itu masuk terus sampai bulu jembut yang tumbuh di
pangkal kontol itu menggelitik hidungku. Aku hampir tersedak karena
kontol itu hampir menyentuh anak tekakku. Wajah Naryo menyunggingkan
sebuah senyum mesum. “…hhhoohhh… mulut loe anget dan basah… ooohh….”
Kemudian Naryo mulai menggenjot mulutku. Kontolnya ditarik
maju-mundur dengan irama tetap. Untung aku sudah berpengalaman dalam
hisap-menghisap kontol sehingga aku bisa mengimbangi gerakan kontolnya.
Bibirku sengaja kukecilkan agar terasa sempit. Batang Naryo bergerak
keluar-masuk semakin lama semakin cepat. “…mmmpphh… mmpphh…” Hanya itu
yang bisa
kusuarakan.
Naryo semakin terangsang. “…hhhoo… aaahhh… aaahhh….” Dia memakai
mulutku untuk mengentot. Saya cuma berlutut di tempat dan membuka
mulutku sementara Naryo memuaskan libidonya. “…hhhoosshhh…. aaahhh….”
Desahan-desahan mesum Naryo terus terdengar. Sementara itu, hawa pengap
dan panas dalam gudang itu membuat tubuh kami berdua basah berkeringat.
Naryo terpaksa melepas seragam kaos kemeja. Mataku terbuka dengan
lebarnya, menikmati keindahan tubuh Naryo.
Tubuh laki-laki memang merupakan rangsangan hebat bagiku sebab kau
adalah seorang pria homoseksual. Naryo memang tidak seatletis seperti
yang kubayangkan. Namun, jika dibandingkan dengan pria biasa lainnya,
tubuh Naryo bagus sekali. Dadanya nampak agak besar, bercampur dengan
sedikit lemak. Kedua putingnya melenting, mengeras. Di sekelilingnya
ditumbuhi bulu-bulu halus. Puting Naryo yang berwarna coklat tua nampak
kontras sekali jika dibandingkan dengan warna kulit tubuhnya yang sawo
terang. Sedangkan perutnya rata tanpa otot. Keringat telah mengilapkan
sekujur
tubuhnya. Kontolku makin ngaceng.
Mendadak Naryo mengerang-ngerang. “..aarrgghh… aaahhh…” Sedetik
kemudian, kontolnya ditarik keluar. Saya terang saja kecewa. “…hhhooo…
hampir aja,” katanya sambil terengah-engah. “Mulut loe enak banget,
sampai-sampai gue udah mau ngecret.” Rupanya Naryo sengaja berhenti
sebab dia tidak mau mencapai klimaksnya sebelum menikmati tubuhku.
“Berbaring!” perintahnya lagi. Seperti anjing penurut, saya berbaring di
atas tumpukan kardus. Dalam ahti, saya mtahu apa yang akan segera
kudapatkan. Naryo pasti ingin mengentotku. Ooohh…. Ini yang
kutunggu-tunggu!
“Gue denger, homo doyan dingentot. Gue mau nyobain loe,” katanya.
Dengan itu, kedua kakiku dikangkang lebar-lebar sampai-sampai lubang
anusku terasa seperti
ditarik. “Keliatan sempit. Pasti enak kalo dingentot. Loe doyan
dingentot ‘kan?” Aku mengangguk-ngangguk, penuh antusiasme. Memang itu
yang kuharapkan, agar bisa dingentot pria seganteng Naryo. Naryo
mengangkat pinggulku tinggi-tinggi, kuat sekali dia. Mula-mula, kukira
dia mau mencicipi kontolku tapi ternyata aku salah. Naryo cuma mau
melumasi anusku saja dengan air liurnya. Beberapa kali dia meludahi
anusku yang berkedut-kedut. Dapat kurasakan air liurnya melelh menuruni
belahan pantatku. Lalu pinggulku dilepaskan begitu saja. Pantatku
terhempas dan mengenai kardus.
Sekali lagi, kakiku dikangkangkan. kali ini, Naryo akan menyodomiku
dengan kontolnya. “Gue mau loe memohon gue buat ngentotin loe. Ayo,
mohon. Cepet!”
Apapun akan kulakukan agar si ganteng pramuniaga AMARKET itu sudi
mengentoti pantatku yang lapar akan kontol itu. “Ngentotin saya,
kumohon. Saya butuh
kontol Mas Naryo. Saya mohon agar Mas Naryo sudi mengentoti saya,”
mohonku. Sudah lama saya tidak dingentot, makanya saya rindu sekali akan
hajaran kontol di dalam anusku. Saya menekankan keinginanku dengan
meraba-raba kepala kontolnya sambil melemparkan pandangan memelas. “Fuck
me…”
“Loe yang minta, loh. Jangan nyesel,” sahut Naryo, mengocok-ngocok
kontolnya. “Buka yang lebar,” katanya, kasar. Kakiku dipegangi dan
dibuka lebar-lebar. Tangannya terbentang sambil menahan kakiku.
“…aaahhh…” desahnya ketika kepala kontolnya
bergesekkan dengan anusku. Digesek seperti itu, anusku langsung
berkedut-kedut liar, tak sabar untuk segera disodomi. “Terima kontol
gue… hhhoohh…” desah Naryo, mesum. Kontolnya didorong masuk, menekan
anusku. Pelan tapi pasti anusku terdorong masuk dan mulai membuka.
Kepala kontol yang penuh precum itu pun masuk perlahan-lahan. Ooohhh….
rasanya enak banget.
Bagi mereka yang masih perjaka, tahap ini adalah tahap yang paling
menyakitkan, tapi saya telah terbiasa. Anusku membuka semakin lebar
seiring dengan semain masuknya kontol Naryo ke dalam tubuhku. Selama
proses penetrasi itu, prmauniaga tampan itu terus-menerus mengerang
keenakkan. “…hhooosshh… sempit bener… aaahhh… lebih sempit dibanding
memek pacar gue… aaarrghh…” Ternyata Naryo adalah pria straight dan
sudah mempunyai pacar wanita. Paling tidak, Naryo sekarang sedang
mengentoti aku, dan bukan mengentoti pacarnya. “…hhhoosshh…. aahhh…
dikit lagi…. aaahhh…. ayo… buka pantat loe… hhhoohh,,, biarkan gue…
aaahh… massuukk… hhhoosshhh….”
Dan… PLOP! Kepala kontol itu akhirnya masuk! Aku mendesah, lega dan sekaligus puas. “…aaaahhhh…. kontol kamu besar banget…
aaahhh…. pantatku penuh, nih…. aaahhh….” Kedua kakiku kulilitkan pada
pinggangnya. Oh, ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Karyawan
supermarket yang kutaksir sedang membenamkan kontolnya di dalam
pantatku.
“Rasakan kontol gue. Loe pengen dkontolin ama kontol gue ‘kan? Pacar
gue aja gak tahan, apalagi loe yang homo.” Dan Naryo pun mulai memompa
pantatku. Mula-mula kontolnya ditarik keluar pelan-pelan. “…aaahhh…”
desahnya ketika kulit kepala kontolnya bergesekkan dnegan dinding
duburku. Setelah kepala kontol itu hampir keluar, Naryo mendorong masuk
kontolnya. “…hhhoohhh….” desahnya lagi, matanya terpejam
rapat-rapat. Kontolnya ditarik keluar lagi, kemudian dibenamkan lagi, begitu seterusnya. Tarik,
“…aaahhh…”, dorong, “…uuugghh….”, tarik,
“….hhoosshhh…”, dorong, “aaarrggghh…”
Bukan hanya Naryo saja yang mengerang, aku pun turut menyuarakan
kenikmatanku. Setiap kali kontolnya bergerak masuk, aku ngos-ngosan.
Seolah sesuatu yang besar sedang menembus dalam-dalam. Saya bahkan
merasa seakan-akan batang kontol Naryo akan keluar dari dalam mulutku!
Tapi saat kontol itu ditarik mundur, saya merasa kekosongan mengisi
diriku. Naryo memang tukang ngentot yang handal. Nampaknya dia sering
ngentotin pacarnya sehingga jurus ngentotnya tinggi sekali. Dengan
kontolnya, Naryo sanggup membuatku gila dengan nafsu. “…hhhoohh…
yyeeaahh… ngentot pantatku… aaahhh…. yang keras…. aaahhh…. lagi Mas…..
aaahhh…. lebih keras….. aaarrgghh… saya mau kontol Mas Naryo… aaahhh….
ngentot…. ooohhh….”
“…aaahhh… gile… sempit…. aarrgghh…” erang Naryo, terus-menerus
menggenjot pantatku. Badanku dipakai untuk melayani hawa nafsunya.
Kontolnya dihajarkan ke dalam pantatku tanpa ampun. Irama ngentotnya pun
semakin cepat. Gerakannya bagaikan
piston kereta api, memompa tanpa henti. Erangan nikmat kami berdua
bercampur dan bergema di dalam gudang kecil itu. Tubuh kami berbalutkan
tetes-tetes keringat, basah sekali. Naryo mendekatkan tubuhku padanya
agar penetrasi kontolnya menjadi semakin
dalam. Alhasil, tubuh kami pun saling berdempetan.
“…aaahhh… enak banget… ooohh… gue ngentotin cowok… aarrgghh… gile…
gak nyangka… aaahhh… bisa nikmat… aaahhh… banget… hhoosshh… mantap…
aarrgghh… fuck you!… aaahhh… fuck!…”
Tak kuasa menahan birahiku, saya membiarkan tanganku menggerayangi
tubuh Naryo. Ah, tubuhnya enak diraba-raba. Kontur ototnya, meski kecil,
sangat terasa. Apalagi tonjolan dadanya, nikmat untuk diremas-remas.
Dan tiap kali saya meremas dadanya, Naryo akan mengerang nikmat dan
malah menjadi semakin bringas. Hajaran kontolnya terasa semakin keras,
mengobok-ngobok isi perutku. Tanpa ampun, kontol Naryo menyodok
sana-sini. Sesekali, organ kelaki-lakiannya itu mengenai prostatku
sehingga saya menggelinjang-gelinjang karena nikmat. “…aarrgghh…
ooohhh….” Saya hanya bisa mengerang dan membiarkan pemuda ganteng itu
memakai tubuhku demi kepuasannya. “…aarrgghhh… ngentoti saya, Mas…
aarrgghh…” racauku seperti cowok murahan.
“…aarrgghh… ngentot loe!… aarrgghhh…. fuck!… kontol gue bikin loe
terangsang kan?… hhhoohhh…. rasain kontol gue… aaarrgghh… gue bakal
bikin loe ngecret… aarrgghh… gue mau loe ngecret… uuuggghh… ayo, homo…
aarrgghh… kocok kontol
loe… aarrgghh… ngecret buat gue… aaahhh… kasih gue liat… uuugghhh…
kalo loe doyan dikontolin… aarrgghh… ama kontol gue…. hhhoosshh…” Di
tengah acara ngentot, Naryo masih sempat mendesakku untuk ngecret. Tentu
saja saya menurut dengan senang hati.
Dengan sebelah tangan, saya mengocok kontolku secepat mungkin. Tapi
entah kenapa, meski saya terangsang berat, saya tidak kunjung ngecret.
Kontolku ngaceng, tegak berdiri, tapi pejuhku tidak mau tersembur
keluar. “Ah, sini, gue kocokin,” kata Naryo, agak jengkel.
Telapak tangannya yang kasar dan kapalan terasa menggesek batang
kontolku. Dengan genggamannya yang kuat, pramuniaga bejat itu pun
mengocok batang kontolku, naik-turun. “…aaahhh… hhhoohh… aaahhh…” Mataku
merem-melek, tak kuasa menhaan kenikmatan yang berpadu pada kontolku.
Ada sentuhanm hangat milik Naryo dan ada juga orgasme yang mulai bangkit
dalam kontolku. Napasku mulai sesak, dadaku bergerak naik-turun. Dan
kurasakan pejuhku mulai tersedot keluar dari dalam kantung pelerku.
Cairan pejuhku mulai bergerak naik dan memasuki saluran uretra, naik
terus hingga ke pangkal kontolku. Aaahhh…. saya hampir ejakulasi dan
orgasme!
“…hhhoohh… mas…. aaahhh… mau keluar… aargrghh…” Kocokan tangan Naryo memang mantap!
“Keluarin aja… aaahhh…” desah Naryo, masih asyik menggenjot pantatku.
“…hhhoohh… muncratin pejuh loe… aahhh… gue mau liat… ooohhh…. kalo
kontol gue…. uuugghh… bisa bikin loe… aarrgghhh… terangsang abis…
aaahhh… cepeten… ngecret….
aaahh….” Genggaman tangannya semakin kuat, memeras
kontolku habis-habisan.
Kontolku tak sanggup lagi menahan laju pejuhku. “…AAARRGGHHH!!!!…”
Saya berteriak, menyuarakanorgasmeku. Spermaku menyembur keluar dengan
penuh tenaga. CCRROOTT!!… CCRRROOTT!!!….
CCRROOOTTT!!!…. CCRRREETTTT!!!!… CCCRREETT!!!!
Kontolku menyemprotkan cairan kenikmatanku ke mana-mana. Pejuhku
menyembur mengenai dada bidang Naryo. Perutnya juga turut ternoda. Aku
hanya bisa mengerang penuh nikmat mengiringi orgasme.
“…AAARRGGHH!!!… …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar