Sabtu, 31 Maret 2012

terjebak di dunia gay

Awal cinta yang membara dan menggebu diawali dengan kepergian Philihpe berlibur musim panas,
di sanalah kami merasa saling membutuhkan satu sama lainya, kesepian merasuki diriku dan dirinya, akhirnya kata Je Taime itu terucap juga pada bibir kami. Secara berangsur-angsur perlengkapanku sudah mulai berpindah ke rumah Philihpe karena setiap weekend dia menjemputku, tentu saja aku selalu membawa pakaian ganti, tetapi setiap kembalinya senin pagi dia mencegahku untuk membawa kembali perlengkapanku, mulai dari pakaian sehari-hari dan lain sebagainya.
Dibulan kedua resminya kami menyatakan saling mencintai, dia memintaku untuk pindah ke apartemennya, terus-terang ada kebahagiaan mendengarkan permintaanya itu, tetapi ada juga kendalanya karena aku akan memerlukan waktu lebih untuk berangkat ke laboratorium kerjaku.
“Kalau kamu ragu, nggak masalah Ndre”, ucapnya dengan ada nada kecewa.
“Masalahnya, aku akan butuh waktu untuk berangkat ke lab setiap harinya, sayang”, kataku.
Sementara ini sudah tahun kedua program doktoralku, dan aku membutuhkan waktu yang lebih banyak dan konsentrasi untuk menghasilkan sesuatu sehingga aku bisa meraih gelar doktor.
“Je comprend (saya mengerti), tapi kamu bisa pakai mobilku, kalau kamu terburu-buru, atau aku bisa mengantarmu, kalau waktumu sudah mendesak.”
Dia menatapku dengan seriusnya, mata bertemu mata, aku melihat harapan yang besar di sana.
“Aku akan lebih bahagia dan tentram jika melihatmu setiap harinya”, bisiknya.
“Aku akan bahagia jika kubuka mataku setiap pagi ada dirimu di sisiku.”
Aduh gombalnya keluar deh, ungkapku dalam hati. Itulah kelebihan orang Perancis, rayuannya itu membuat terbuai di awang-awang.
“Beri aku waktu sayang, aku akan pikirkan. Bukan apa-apa, semuanya juga masalah studiku, bukan ada faktor lain, aku juga sangat bahagia di sisimu, dan aku kadang khawatir kalau kamu diambil orang”, kataku menggoda (dia mendekatiku dan memelukku).
“Saat ini tidak ada yang lebih berarti dari dirimu, kalau aku bisa menentukan, aku ingin kamu berada di sampingku 24 jam setiap harinya.”
“Inikah yang dinamakan cinta”, kataku dalam hati. Semenjak bersama Philihpe ada kedamaian yang kurasakan, ada ketentramanku bekerja di labku, keinginanku untuk mencari seks yang lain hilang begitu saja, hari Jumat merupakan hari yang sangat kutunggu, karena sorenya dia pastilah menjemputku. Hal yang baik darinya adalah sifat sabarnya, perhatiannya kepada diriku, dan keinginannya selalu menghiburku.
Permintaannya untukku pindah ke apartemennya kembali diulangnya, terus terang aku bahagia memilikinya, masih muda, dokter lagi dan tidak sissy, tambahan lagi dia merupakan type yang kusukai, pria bule rambut hitam dan mata biru, dimana mencari gay yang begitu sempurna.
“Aku akan pindah ke tempatmu setelah kontrak di Cite Universitaire (asrama universitasku) habis ya”, kataku.
Sambil melihat kiri kanan tidak ada orang yang melihat kami, kukecup hidungnya. Di matanya terpancar kebahagian, kalaulah bukan di depan umum, aku yakin Philihpe akan bersorak dan akan menggendongku, tapi matanya itu bersinar indah, menyatakan bahagia, satu hal yang sangat aneh dilihat orang kalau dua pria saling berpegang tangan, akan menjadi pusat perhatian tetapi sebaliknya kalau dua sejoli lelaki dan perempuan saling berpegang tangan dan saling berciuman di depan umum bukanlah hal yang aneh dan itu bisa dilihat di setiap sudut.
Kami meneruskan perjalanan ke supermarket untuk belanja hari weekend kami. Kami membeli kebutuhan makanan kami, biasalah roti, yogurt, keju, air mineral dan buah-buahan, dia seperti orang Eropa lainnya juga mengambil beer, aku hanya mengambil orange juice, karena aku tak biasa meminum yang beralkohol dan dia mengambil sebotol Champagne, “Untuk merayakan kepindahanmu”, katanya berbisik sambil mencuri ciuman di belakang telingaku. Akh, aku bahagia sekali. Itulah salah satu kenapa dibilang orang Perancis itu romantis, apapun yang kecil mereka pasti rayakan dengan meminum Champagne.
Di rumah Philihpe sambil menonton televisi kami merayakan dengan meminum Champagne. Dituangkannya di gelas dan kami membuat tost, “A nous, Prier pour Nous (berdoalah untuk kita)”, katanya. Aku hanya berdoa mudah-mudahan dia lelaki terakhir selama aku di French ini. Kami saling memandang, kami berdoa.
“Kamu minta apa”, kataku.
“Akh itu rahasia”, katanya. “Allez dit moi stp”, kataku memaksa.
“Non, non, non”, sambil dia berlari ke arah dapur aku mengejar.
“Sayang, tu demande quai tu es corageux ha”, katanya sambil cuek dia biasanya paling nggak tahan kalau aku mulai manja, seperti anak kecil.
Dia suka sekali, kalau aku sudah seperti anak kecil begitu, sifat protek-nya akan muncul dan kasih sayangnya akan kelihatan sekali. Apalagi kalau aku ngambek apapun yang kuminta pasti dikabulkannya.
Dengan mengecup seluruh wajahku, “Je demande que, on est toujour ensemble (aku hanya ingin agar kita selalu berdua). Aku takut kamu diambil cowok-cowok Perancis lainnya, kalau yang sepertimu kan langka di sini”, katanya bercanda.
“Sebaliknya kamu bisa menemukan puluhan yang sepertiku.”
“Ne dit pas ca, mais seulment toi que jaime and tu maime (jangan ucapkan itu, kan hanya kamu yang kucintai dan kamu mencintaiku)”, kataku beromantis ria, aku membalas ciumannya.
Hal yang sangat dia sukai dariku adalah kulitku yang halus dan pasti berbeda dengan kulit orang bule, dan satu lagi yang disukainya sifat kolokan dan manjaku, dia paling senang kalau kumainkan hidungnya, kemudian kubelai hidungnya dengan lidahku dan dia akan geli dan menikmati itu.
Sepertinya pasangan yang hidup serumah, asmara kami semakin hari semakin membara, saling menjaga pengertian jika yang satu kelihatan capai dan lelah yang lain pasti akan berusaha menghibur, terus terang akulah yang selalu begitu, maklum aku sedang dalam tugas berat menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa doctoral, Philihpe banyak sekali membantuku dalam penulisan karena desertasiku harus ditulis dalam bahasa Perancis, pastilah feeling-nya berbeda dengan kita sebagai orang asing.
Untuk berhubungan seks, diantara kami seperti sudah terjadwal saja sepertinya yang pasti setiap malam minggu kami akan menghabiskan waktu bergumul di tempat tidur, diantara kami ada saat memberi dan ada saat menerima, kadang aku yang bertindak sebagai eksekutor kadang dia yang bertindak sebagai eksekutor, dan kukira ini jugalah yang membuat kami bertahan lama dalam percintaan, karena terus terang untuk mencari gay sangat mudah di Perancis, cukup mengetahui lokasinya maka akan bisa merasakan batang kemaluan si bule. Malam itu kulihat dia begitu bersemangat dan sudah mandi dengan parfumnya, aku kira dia mau pergi, necis sekali. Kembali dengan T-shirt putih dan celana Jeans-nya.
“Tu vas ou (kamu mau kemana) Pour quai (kenapa) Je vois que tu es tres chic ce soir. Ah bon”, katanya.
“Je sui scomme ca, cest pout toi cherry (saya begini untukmu sayang)”, katanya sambil berbisik halus di telingaku.
Dia mulai merangsangku dengan mengelus telingaku dengan lidahnya. Oh, kubiarkan dan aku menikmati kegelian yang tercipta, dia memulai turun ke leherku, dielusnya dengan lidahku, dan dia mulai mencoba membuka bajuku walau aku hanya memakai T-shirt, dia mempermainkan tubuhku dengan mulutnya ciumannya menyerang tubuhku, putingku dipelintirnya. Aku pun tidak tinggal diam. Aku merangkul tubuhnya, kubelai dan kucium, ah wangi parfumnya benar-benar merangsangku, pagutan demi pagutan semakin merangsanag, aku mengarahkan badan kami ke kamar tidur, sambil berjalan ciuman itu tepat terjadi. Kubuka celana Philihpe, karena merupakan suatu kesenangan bagi pasangan jika sang kekasih yang membuka pakaiannya, terlihat bulu-bulu badannya yang halus seperti minta dibelai. Akh, yang satu itupun sudah mulai berdiri seperti halnya tonggak bendera yang terpajang di padang rumput. Kugapai dengan mulutku, kubelai, dan kujilati, Philihpe memejamkan matanya dengan menikmati hisapanku. Kukitari batang kemaluannya dengan lidahku, kumainkan di kepalanya. “Okhh chery comme cest bon”, katanya mendesis. Kupergesit permainanku, hisapanku semakin menggila, kumasukkan dan kukeluarkan dari mulutku, sepertinya orang menggergaji.
Akh, kulihat Philihpe menahan diri agar tidak orgasme terlalu cepat, dia tegak dan melepaskan hisapanku dia membaringkan tubuhku, dan permainan 69 itu dilakukannya. Akh, inilah yang paling gila lagi, kalau Philhpe sudah menghisap, aku akan sangat menikmatinya. Permainan lidah dan mulutnya di selangkanganku sangatlah mengasyikkan, kepala kemaluanku dimainkannya dan lubang pengeluaran air seni digelitiknya dengan lidahnya, akh nikmatnya. Diteruskannya membelai batang kemaluanku, dielusnya dengan lidahnya dan dia mulai memasukkannya ke dalam mulutnya, akh perbuatan orang menggergaji dimulainya, masuk-keluar masuk keluar, nikmat sekali dan jemari Philihpe mulai mempersiapkan anusku. Ini berarti malam ini dia ingin sebagai eksekutor. Biasanya siapa yang duluan melakukan rabaan dan keinginan seks berarti dialah yang bertindak sebagai lelaki malam itu, dan aku juga harus mempersiapkan diriku sebagai bottom malam ini.
Dia bangkit dan mencari vaselin (tahu sajalah batang kemaluan orang bule kan besar), dan yang paling kusukai dalam berhubungan adalah saat patnerku menjilati anusku. Okh, sensasinya itu, Philihpe mulai mengangkat kaki sehingga membentuk huruf V, dan dia mulai bekerja di sana dengan mulutnya, enak sekali dia menjilati di sekitarnya dan menjilati anus, “Okhh sayang”, kataku melengus kenikmatan, Philihpe semakin menggila menjilati, dan aku sudah siap tangannya sudah mulai memasuki anusku.
“Tu es prjt cherry (kamu siap sayang).”
“Hmm…” jawabku mendesis.
Dia menelungkupkan badanku, dan dia menindih tubuhku, batang kemaluannya yang panjangnya 21 cm sudah mulai dimasukkannya ke tubuh bagianku, terpaksa aku membuka selangkangan lebar-lebar, dan Philihpe pun sudah siap menusukku. Okh, masih terasa sakit tusukannya walaupun kami sudah pacaran lebih dari 6 bulan. Akhh, dia mulai memasuki mili demi mili kemaluannya sambil dia merangkulku dan mulutnya pun memagut mulutku sehingga kesakitan itu tidak terlalu terasa, Karena aku sudah konsentrasi ke hisapan mulutnya. Akhirnya masuk juga kemaluan Philihpe. Dia mulai memompa diriku, aku mendengar lenguhan-lenguhannya, dan aku juga mengimbangi goyangan-goyangannya sehingga persetubuhan ini terasa nikmat, kudengar lenguhan Philipe semakin kuat, pompaannya seamakin kencang itu tandanya ejakulasi semakin dekat, aku pun mempersiapkan diriku sehingga ejakulasi bersama. “Aokkh sayang encore, plus vit ohhh, jarrive okhh, j arrive”, kata Philihpe. Aku pun sampai kepada kenikmatan itu. Keringat nafsu bergelantungan di badan kami, kepuasan sudah tercapai. Philihpe turun dari tubuhku dan berbaring di sampingku, kebiasaan kami setelah berhubungan kami akan berciuman gaya Perancis. Kulihat tangannya menggapai kepalaku dan merangkulnya, dan ini biasanya rangkulan terima kasih kenikmatan.
Cinta kami semakin membara, kami sudah seperti pasangan lainnya hubungan kami seperti sudah terjadwal saja, 2 kali seminggu itu adalah wajib, dan kadang-kadang bisa sampai 4 kali, tergantung dari mood kami. Kami berdua selalu menjaga agar jangan kebosanan itu terjadi, jika rutinitas sudah menjelma ke permukaan, biasanya kami akan ambil weekend ke luar kota, jika pada bulan Desember kami biasanya akan main ski di Mont Blanc daerah yang tidak terlalu jauh dari tempat kami, atau jika musim semi dan panas kami akan ke pantai dan kami seringnya ke kota Nice bahkan juga pernah ke Monaco. Makan di restoran, ataupun menonton film-film di bioskop. Kemesraan dan keromantisan cinta benar-benar kurasakan, aku miliknya dan dia milikku, inikah yang dinamakan cinta, keinginan membahagiakan pasangan terlihat jelas dari kami, dia selalu membuatku bahagia disaat problem kuliahku dan begitu juga sebaliknya. Komitmen kami berdua, inilah yang membuat cinta itu bertahan, aku tidak lagi membutuhkan orang lain untuk partner seksku, aku sudah memiliki apa yang kubutuhkan, dan aku juga tidak melihat ada tanda-tanda kalau Philihpe ingin mencari orang lain. Waktu terus berlalu percintaan kami pun semakin indah, waktuku di Perancis pun semakin dekat, aku harus menyelesaikan pendidikan dan ujian desertasi doktorku juga semakin dekat.
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar