Dari bagian 1
Dua minggu kemudian. Aku baru
bangun tidur siang. Sekitar jam tiga sore. Waktu itu hari Rabu, aku
enggak ada kelas. Karena itu biasanya habis tidur siang, sorenya aku
latihan tenis. Kuubek-ubek kamarku, tapi tak kutemukan dimana raket
tenisku berada. Jangan-jangan dipinjam si Toni, pikirku. Adik bungsuku
itu memang doyan banget minjem barang-barangku tanpa permisi.
Aku
segera menuju kamarnya yang terletak di pavilyun samping bangunan utama
rumah kami. Toni memang sengaja diberikan kamar disitu. Maklum ABG. Dia
doyan nge-Band bareng temannya. Daripada ribut dengar suara alat musik
yang dimainkannya bareng-bareng temannya maka lebih aman meletakkannya
disitu. Jadi suaranya tidak terlalu keras terdengar di dalam rumah.
Mending suara musik yang dimainkan asyik di dengar kuping. Ini malah
musik yang enggak jelas juntrungannya. Metal yang enggak mutu. Ups,
jangan salah sangka lagi. Aku bukan anti metal. Aku doyan metal. Tapi
metal yang enggak dimaenin sama Toni dan teman-temannya. He… he…
Pintu
kamar Toni tertutup rapat. Juga gorden jendelanya. Tumben. Pikirku.
Jarang-jarang gorden kamarnya ditutup. Paling juga kalau sudah malem
kalau dia tidur. Dari kamarnya terdengar hingar bingar musik metal dari
tape. Si Toni berarti ada di kamar, pikirku. Kugenggam gerendel pintu,
kuputar. Tak terkunci. Kubuka pintu dan langsung melongokkan wajahku ke
kamarnya. Aku sudah bersiap-siap untuk ngomel ke dia.
“Toni! sudah berapa kali gue bilang, jangan ambil barang-barang gue seenaknya… Hahhh?!!!,” kata-kataku terhenti segera.
Mulutku menganga, tenggorokanku rasanya tercekat. Mataku melotot melihat peristiwa yang terjadi dalam kamar Toni.
Adikku
itu sedang bermain cinta di kamarnya. Tubuhnya telentang di atas
ranjang. Pakaian sekolahnya belum terlepas seluruhnya. Hanya resleting
celananya saja yang terbuka lebar. Kontolnya yang nongol dari celah
resleting itu, ngaceng total sedang dikulum oleh seseorang yang sedang
menungging dalam posisi berlawanan arah dengan Toni di atas tubuhnya.
Aku
sih sudah tahu kalau kelakuan adikku yang masih ABG ini sama bejatnya
seperti aku. Aku sudah sangat tahu kalau dia doyan ngesex dengan orang
lain. Harusnya aku tak perlu kaget melihatnya sedang in action seperti
ini. Tapi gimana aku enggak kaget kali ini, yang kulihat saat ini sangat
tidak biasa. Toni maen kulum-kuluman kontol bukan dengan cewek. Tapi
dengan cowok men. Dan cowok yang sedang mengulum kontolnya itu adalah si
Willy! Shit!
Si Tonipun edan. Masak mulutnya juga ngulum kontol
si Willy? Ngawur! Yang benar aja, kontol gede si Willy itu dikuluminya
dengan penuh nafsu seperti ngulum permen lolipop saja. Toni kulihat
salah tingkah setelah menyadari kehadiranku. Buru-buru dilepaskannya
kontol si Willy dari mulutnya. Ia segera bangkit dan membereskan
celananya. Sementara si Willy kulihat tenang-tenang saja.
“Ngapain Tom? Masuk kamar gue kok enggak ngetuk pintu dulu,” kata Toni terlihat kurang suka padaku.
“Memang
elo pernah ngetuk pintu kalau masuk kamar gua?” sahutku. Kupandangi
keduanya dengan tatapan tajam. Willy kulihat tersenyum padaku.
“Hai Tom,” katanya melambaikan tangan seperti tak ada apa-apa.
“Ngapain elo berdua?” kataku dingin.
“Enggak ngapa-ngapain. Mau ngapain elo?” sahut Toni masih salah tingkah.
“Enggak
ngapa-ngapain?! Jelas-jelas mata gua ngelihat elo berdua sedang
emut-emutan kontol kok elo bisa ngomong enggak ngapa-ngapain. Elo
homo?!” kataku.
“Siapa yang homo? Enak aja!” kata Toni protes.
“Kalau bukan homo, apa namanya cowok sama cowok emut-emutan kontol begitu? Nah elo, kok elo bisa…,” kataku pada Willy.
Kalimatku tak kusambung. Aku menatap bingung padanya.
“Sante aja men. Ini hal yang biasa kok,” sahut Willy tanpa beban.
“Biasa???!” tanyaku bingung. Dahiku mengernyit.
“Iya.
Gue sama Toni kebetulan lagi sama-sama horny. enggak ada pelampiasan,
ya sudah, kenapa kita enggak maen berdua aja. Toh tujuannya cuman untuk
melampiaskan birahi doang. Maen sama cewek juga emut-emutan kan. Gua
punya mulut, Toni punya mulut, kan bisa dipake untuk ngemut. Hasilnya
tetap sama kok,” sahut Willy tenang.
Gigolo ganteng itu
benar-benar tenang luar biasa. Sepertinya apa yang dilakukannya bersama
Toni itu bukan hal yang aneh. Aku jadi terkesima mendengar jawabannya.
Toni kulihat mengangguk-angguk mendengar kata-kata Willy. Duduk dengan
seragam SMUnya diatas ranjang, adik bungsuku itu tak berkata apa-apa.
“Gua enggak ngerti deh. Gua yang gila atau elo berdua yang gila,” kataku.
“Enggak ada yang gila Tom. Apa gue pernah ngatain elo gila karena elo suka mandangin kontol gua? enggak pernah kan?”
“Maksud elo?”
“Jangan
pura-pura bego. Gue tahu kok elo suka curi-curi pandang lihat tonjolan
di selangkangan gue. Apalagi kalau pas gue telanjang bulat. Mata elo kan
sampai melotot ngelihat adik gue ini kan,” kata Willy.
Ia
menggoyang-goyangkan kontolnya yang sudah lemas. Memamerkannya padaku.
Aku tak tahu mau bilang apa lagi. Tak kusangka Willy mengetahui kalau
aku selalu memperhatikan perkakasnya selama ini.
“Sudahlah.
Sekarang elo mau berdiri terus disitu sambil ngelihatin kita sekaligus
melototin kontol gue, atau mau ikutan bareng kita menikmati anugerah
yang kita miliki. Tom kita harus bersyukur lo, kita bertiga kan
dianugerahi kontol yang punya ukuran diatas rata-rata. enggak banyak lo
orang yang dianugerahi hal beginian,” kata Willy.
Benar yang
dikatakan Willy. Kami bertiga memang punya ukuran kontol yang diatas
rata-rata. Adikku si Tony kulihat juga punya kontol yang gede. Ukurannya
enggak jauh-jauh dengan ukuranku.
Akal sehatku sirna. Aku yang
memang sudah cukup lama tergoda dengan kontol si Willy akhirnya pasrah
saja saat Willy dan Toni membimbingku ke arah ranjang. Kubiarkan saja
mereka mempreteli seluruh pakaianku. Kami bertiga telanjang bulat di
dalam kamar Toni.
Willy memberikan penghormatan khusus padaku.
Rasa penasaranku pada kontolnya yang gede itu dipuaskan olehnya. Willy
mengangkangi leherku saat aku berbaring telentang di atas ranjang.
Kontolnya yang besar ditampar-tamparkannya ke pipiku. Birahiku
menggelegak. Pertama kali seumur hidupku aku diperlakukan seperti ini.
Saking menggelegaknya birahiku akhirnya apa yang tak pernah terpikirkan
selama ini dibenakku kulakukan. Kukulum kontol Willy sepuas-puasnya. Aku
menggila. Seperti anjing ketemu tulang, kulahap kontol Willy. Aku tak
ubahnya Mamaku dan Mimi yang tergila-gila pada kontol gigolo ganteng
ini.
Rupanya Tonipun sama tergila-gilanya seperti aku. Ia
berebutan denganku mengerjai kontol besar si Willy. Seringkali kudorong
wajah ganteng adikku yang masih abg itu menjauhi kontol Willy, karena
aku sudah tak sabar ingin memasukkan batang gede itu dalam mulutku.
kalau sudah gitu, Toni cuman bisa bersungut-sungut padaku. Aku cuek aja.
Sementara Willy tertawa melihat kami berebutan kontolnya seperti itu.
“Kalian sekeluarga sama binalnya deh,” komentarnya.
Ia pasti teringat pada Mama dan Mimi saat mengoral kontolnya. Pasti sama maniaknya seperti aku dan Toni.
Aku
jadi terlupa, bahwa aku laki-laki straight. Aku jadi menikmati
permainan laki-laki seperti ini. Willy rupanya tak mau melewatkan
kontolku dan Toni. Dia segera membalik tubuhnya berlawanan arah
denganku. Aku dan Toni sama-sama berbaring telentang bersisian. Mulut
kami bergantian mengulum kontol Willy. Sementara Willy yang menungging
diatas kami menggilir kontolku dan Toni. Mulutnya ganti berganti
mengulum kontolku dan kontol adikku itu. Saat mulutnya di kontolku,
tangannya mengocok kontol Toni. Begitu juga sebaliknya.
Sore itu
aku tak jadi latihan tenis. Kebetulan Mama belum pulang dari kantor,
dan Mimi tak ada di rumah, kami puas-puaskan bermain sex bertiga. Segala
apa yang memungkinkan, kami lakukan bertiga. Termasuk juga saling
menyodomi satu sama lain. Baby oil yang biasanya digunakan Toni untuk
coli, kami gunakan sebagai pelumas agar kontol tak terlalu sulit
memasuki lobang pantat. Meski dianal adalah kali pertama buatku, tapi
aku ternyata bisa menikmatinya. Diantara rasa sakit dimasuki kontol
dalam lobang pantat, aku merasakan juga nikmat yang luar biasa.
Saat
sore menjelang, kami segera cabut menuju kost Willy. Kami tak mau
terganggu dengan kepulangan Mama dari tempat kerjanya. Pada Mama, Willy
menelpon bahwa dia tak menginap di rumah kami malam itu. Ada kerjaan,
alasannya pada Mama. Sementara aku dan Toni tak perlu menelpon Mama.
Sudah biasa kami tak tidur di rumah. Jadi Mama tak akan merasa aneh.
Malam itu kami puas-puaskan bermain cinta bertiga. Tak peduli, bahwa aku
dan Toni adalah saudara kandung, kami juga saling menyodomi.
Setelah
beberapa kali bersetubuh, akhirnya kami bisa memahami posisi
masing-masing. Meskipun kami sama-sama fleksibel saat bercinta, namun
Toni lebih suka pada posisi dianal, baik olehku maupun Willy. Sedangkan
aku dan Willy suka keduanya, baik dianal dan menganal. Hanya saja aku
lebih menikmati dianal oleh Willy daripada oleh Toni. Kontol Willy yang
sangat besar sungguh membuatku keenakan. Aku sampai menggelepar-gelepar
saat dianalnya.
kalau menganal, aku lebih suka melakukannya pada
Toni. Aku sangat suka melihat ekspresi adikku yang sepertinya kesakitan
namun terus memaksaku untuk mengentotnya dengan buas. Sedangkan kalau
menganal Willy, aku tak menemukan ekspresi itu. Willy sudah sangat
profesional dalam hal ini. Ternyata dia adalah gigolo bagi wanita dan
laki-laki sekaligus. Saat dientot, ekspresinya hanya penuh kenikmatan
saja. Lagipula, lobang pantat Willy tak sesempit lobang pantat si Toni.
Lobang pantat Willy sudah mengendor. Dia sudah sering dientot oleh
laki-laki lain.
Kami bercinta tiada henti. Willy memberikan kami
minuman rahasia miliknya. Minuman yang membuat tenaga kami tak kunjung
sirna. Pantas saja tenaga gigolo ini bak kuda liar. Ia punya ramuan
rahasia rupanya. Saat kutanyakan pada Willy, apa cairan itu dan darimana
ia memperolehnya, gigolo itu tak mau mengatakannya padaku.
“Ini rahasia perusahaan,” jawabnya. Aku dan Toni tertawa mendengar jawabannya.
Hari
kamis esoknya, harusnya Toni sekolah. Tapi adik bungsuku itu bolos. Aku
juga bolos kuliah, pun Willy. Kami seperti mesin sex. Toni tak
bosan-bosannya memintaku dan Willy bergantian menghajar lobang
pantatnya. Dia benar-benar ketagihan.
“Pantes aja cewek-cewek suka dientot. Enak banget men,” komentarnya.
Pantat
Toni yang putih dan montok penuh semangat bergerak saat Willy atau aku
menyodominya. kalau kupikir-pikir, goyang ngebor Inul, kalah jauh deh
dibandingin ngebornya si Toni. Membuatku dan Willy tak kuasa untuk
menahan orgasme. Sperma kami tumpah memenuhi lobang pantat adikku itu.
Kamar kos Willy semerbak dengan bau sperma dan keringat kami. Bau ini
malah semakin membuat kami bernafsu untuk mengentot lagi dan lagi.
Setelah
sore, akhirnya kami kembali ke rumah. Dan sejak itu kami menjadi rutin
ngesex bertiga. Mencuri-curi kesempatan tanpa sepengetahuan Mama dan
Mimi. Apa yang kami lakukan adalah rahasia kami bertiga. Tak perlu orang
lain tahu. Termasuk juga cewek-cewek kami. Apalagi Mama dan si Mimi.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar