Mamaku itu memang hebat. Di usianya yang sudah kepala lima dia masih
tetap cantik dan sexy. Di pekerjaanpun ia tetap paten. Karirnya melesat
terus. Jabatannya kini sudah wakil direktur di perusahaan tempatnya
bekerja. Karena hidup dengan Mama sejahtera, maka aku memilih untuk
tinggal bersamanya sejak ia bercerai dengan Papaku setahun yang lalu.
Papaku
yang cuma bekerja sebagai pegawai rendahan, mana bisa memenuhi
kebutuhanku yang doyan hura-hura. Jangankan membelikanku mobil, sepeda
motor aja Papa enggak bisa. Dua orang adikku juga memilih tinggal
bersama Mama. Sama sepertiku, mereka juga doyan hura-hura. Ngabisin duit
Mama yang aku enggak tahu gimana caranya, selalu saja ada. Apa yang
kami minta selalu bisa dipenuhinya.
Namaku Tomi. Semester enam
fakultas ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta yang beken di
Jakarta. Adikku Mimi. Juga kuliah di fakultas ekonomi satu kampus
denganku. Tapi dia masih duduk di semester dua. Adikku yang paling
kecil, Toni. Dia masih kelas tiga SMU.
Dari kecil selalu hidup
bergelimang harta, dari penghasilan Mamaku, membuat kehidupan glamour
sangat melekat pada diri kami. Masing-masing kami dibelikan Mama mobil
sebagai alat transportasi. Uang jajan tak pernah kurang. Karena itu aku
dan adik-adikku tak pernah protes dengan apapun yang dikerjakan oleh
Mamaku. Aku dan adik-adikku selalu kompak membela Mama. Termasuk saat
bercerai dengan Papa. Padahal sebab perceraian kedua orangtuaku itu
adalah jelas-jelas karena kesalahan Mama. Papa menangkap basah Mama
sedang pesta sex dengan tiga orang gigolo muda di hotel!
Meski
begitu, aku dan adik-adikku tetap aja kompak membela Mama. Soalnya
belain Papa juga enggak ada untungnya. Lagian kelakuanku dan adik-adikku
juga enggak beda-beda amat sama Mama. Aku dan Toni pernah bawa perek ke
rumah. Si Mimi tahu tentang hal itu dan dia sih santai-santai aja.
Soalnya dia juga sering bawa cowok ganteng ke kamarnya.
Setelah
bercerai, rumah kami yang megah jadi seperti rumah bordil aja deh. Mama,
aku, Mimi, dan Toni, rutin bawa partner sex kemari. Karena kami sama
gilanya, jadi asyik. Kalau waktu ada Papa enggak asyik. Papa suka rese.
Meski tak bisa memarahi kelakukan binal anak-anaknya, tapi Papa suka
ngomel atau ngasih nasehat. Huh, menyebalkan aja Papaku itu.
Dari
banyak cowok, si Willy yang paling sering dibawa Mama ke rumah. Dia
tuh, kayak suami baru Mama aja jadinya. Hampir tiap hari dia ada di
rumah. Paling kalau Mama lagi bosen dan ingin cari variasi pasangan
lain, barulah dia ngibrit dari rumahku, balik ke kostnya.
Karena
seringnya si Willy di rumah, aku dan adik-adikku jadi akrab dengan dia.
Apalagi usianya enggak jauh dariku. Dia juga masih kuliah. Umurnya
hanya lebih tua dua tahun dariku. Obrolan kami nyambung. Tentang apa
saja. Otomotif, sport, musik, dan pasti ngesex. Hehe. Bisa dibilang, si
Willy ini piaraan Mama. Segala biaya hidupnya, Mamaku yang nanggung.
Si Mimi paling senang dengan keberadaan Willy di rumah. Piaraan Mama itu dimanfaatinnya juga buat muasin nafsunya yang binal.
“Habisnya
si Willy itu ganteng banget sih. Macho. Mana bodinya oke banget lagi.
Belum lagi kontolnya. Gede banget Tom. Ngesexnya gila-gilaan. Pantes aja
Mama paling demen ama dia dibandingin ama gigolonya yang lain,” kata
Mimi padaku suatu hari. Dasar nakal. Dasar maniak tuh si Mimi.
Mendengar
cerita si Mimi tentang kontolnya si Willy membuatku penasaran juga.
Eits. Jangan salah sangka dulu men. Aku bukan gay. Jelas-jelas aku cowok
straight. Cuman, dengar ukuran kontol orang sampai 28 sentimeter kan
jelas bikin penasaran. Jangankan aku, cowok lain pasti juga penasaran.
Gila aja kontol bisa segede itu!
Selama ini kupikir kontolku
sudah paling gede. Panjangnya sekitar delapan belas senti. Susah-susah
lho, cari kontol sepanjang punyaku ini di Indonesia. Ternyata punya si
Willy malah lebih gila. sampai 28 senti men, selisih sepuluh senti dari
punyaku. Ambil penggarisan deh, liat dari titik 0 senti sampai 28 senti,
panjang banget kan ukuran segitu.
Meski penasaran, enggak
mungkin kan aku permisi ke dia buat liat kontolnya. Gila aja. enggak
usah ya. Pernah kepikiran buatku untuk ngintip dia saat ngentot dengan
Mamaku atau si Mimi. Tapi males ah. Ngapain juga ngeliat saudara kandung
sendiri ngentot. enggak ada seru-serunya. Entar aku jadi incest lagi.
Bikin berabe aja.
Namun, yang namanya rezeki memang enggak
kemana. Waktu itu malem hari. Hampir dini hari malah. Aku baru pulang.
Biasalah, ngabis-ngabisin duit Mama. Semua orang sudah tidur kayaknya.
Kerongkonganku rasanya kering banget. Haus. Aku langsung ke dapur, ingin
ngambil minuman dari lemari es.
Pas aku nyampe di dapur aku
terkesima. Kulihat Mama sedang berbaring telentang di atas meja makan
kami. Pakaian atasannya terbuka memamerkan buah dadanya yang masih
kencang dan besar. Sementara bagian bawah tubuhnya tak menggenakan
penutup apa-apa. Sekitar memeknya yang penuh jembut lebat kulihat
belepotan cairan putih kental sampai ke perutnya. Banyak banget. Mama
tak sadar dengan kehadiranku, karena saat itu ia sedang memejamkan
matanya sambil mendesah-desah.
“Nggg… Enak banget Will,” katanya dengan suara mendesis. Rupanya dia baru aja dientot sama si Willy di atas meja makan itu.
Aku
segera mengalihkan tatapanku dari tubuh Mamaku yang mengangkang itu.
Entah kenapa, kok aku rasakan aku kayaknya terangsang. Bisa berabe nih.
Pandanganku kualihkan ke lemari es. Saat menatap ke arah sana aku
kembali kaget. Disana berdiri si Willy. Dia tak menggenakan pakaian
apapun menutupi tubuhnya. Badannya yang tinggi dan kekar berotot itu
polos. Dia sedang menenggak coca cola dari botol.
Mataku
langsung menatap ke arah kontolnya. Gila men. Si Mimi enggak bohong. Di
selangkangannya kulihat sebatang kontol dengan ukuran luar biasa. Sedang
mengacung tegak ke atas mengkilap karena belepotan spermanya sendiri
kayaknya. Batangnya gemuk, segemuk botol coca cola yang sedang
dipegangnya. Panjang banget. Kepala kontolnya yang kemerahan seperti
jamur melewati pusarnya. Batang gemuk itu penuh urat-urat. Aku sampai
melotot melihatnya. Kupandangi kontol itu dengan teliti. Ck.. Ck.. Ck..
Sadis.
“Baru pulang Tom?” kata Willy menegurku.
Ia sudah
menyadari kehadiranku rupanya. Aku segera menolehkan pandanganku dari
kontolnya. Gawat kalau ia tahu aku sedang serius mengamati detil
kontolnya itu.
“He eh. Iya,” sahutku sambil mengangguk.
Untung
saja lampu di dapur itu bernyala redup. kalau terang benderang, pasti
Willy bisa mengetahui kalau wajahku sedang bersemu merah saat itu. Malu.
Mamaku
yang sedang berbaring lemas diatas meja makan tiba-tiba melompat
bangun. Ia sibuk mencari-cari roknya untuk menutupi bagian bawah
tubuhnya yang terbuka.
“Eh, Tomi. sudah lama kau datang?” kata Mama dengan ekspresi malu.
“Baru aja ma,” sahutku.
Aku
beraksi seperti tidak terjadi apa-apa disitu. Segera kuambil minuman
dingin dari lemari es. Tubuh Willy yang berkeringat tepat disampingku.
Saat mataku melirik ke arah dalam lemari es, mencari minuman,
kusempatkan untuk melirik sekali lagi ke arah batang kontol Willy. Kali
ini aku bisa melihatnya lebih jelas. Karena ada bantuan penerangan dari
lampu lemari es. Gila! Bagus banget bentuk kontolnya, pikirku.
Setelah
mendpatkan minuman dingin, aku segera meninggalkan dapur. Tinggallah
Mamaku dan Willy disana. Aku tak tahu apakah mereka masih melanjutkan
lagi permainan cabul mereka atau tidak. Yang pasti sepanjang jalan
menuju kamarku, pikiranku dipenuhi dengan kontol si Willy yang luar
biasa itu.
“Gila! Gila!” rutukku dalam hati.
Kok aku
bisa mikirin kontol punya cowok lain sih? Ada apa denganku ini? Rasanya
malam itu aku susah untuk tidur. Setelah membalik-balikkan badan beratus
kali di atas ranjangku yang empuk, barulah aku bisa tertidur. Itupun
setelah jarum jam menunjukkan pukul empat pagi. Sebentar lagi pagi
menjelang.
Berjumpa dengan Willy keesokan harinya aku jadi
rada-rada grogi. Entah kenapa. Mataku jadi suka mencuri pandang ke arah
selangkangannya. Aku jadi menyadari, kalau ternyata saat selangkangannya
ditutupi celana seperti itu, ukuran tonjolan diselangkangan itu, memang
beda dengan punyaku. Jauh lebih menonjol kayaknya. Gila! Gila! Rutukku
lagi dalam hati. Kok aku jadi mikirin itu aja sih?!
Si Willy sih
enggak ada perubahan. Ia tetap cuek aja seperti biasanya. Ia tak merasa
ada yang aneh dengan kejadian semalam. Sepertinya ia tak perduli kalao
aku memergokinya telanjang bulat bersama Mamaku. Kayaknya, buatnya itu
hal yang lumrah saja. Dasar gigolo profesional dia.
Sebulan
berlalu. Dan selama rentang waktu itu, aku jadi pengamat selangkangan
Willy jadinya. Entah kenapa, aku selalu berharap akan punya kesempatan
lagi untuk ngelihat perkakas gigolo itu. Tapi tak juga pernah
kesampaian. Sampai suatu hari.
Aku ingin berenang pagi-pagi di kolam
renang yang ada di halaman belakang rumahku. Ketika aku sampai di kolam
renang mataku langsung menangkap sebuah tontonan cabul. Si Mimi sedang
ngentot dengan Willy. Dasar nekat si Mimi. Padahal Mama kan masih ada di
kamarnya pagi-pagi begini.
Adikku yang cantik dan sexy itu
sedang nungging di tepi kolam renang. Dibelakangnya Willy asyik
menggenjot kontolnya dalam lobang vagina adikku itu. Genjotannya liar
dan keras. Menghentak-hentak. Tubuh si Mimi sampai terdorong-dorong ke
depan karena hentakan itu. Kelihatannya si Mimi keenakan banget. Bibir
bawahnya digigit-gigitnya dengan giginya. Ia menggelinjang-gelinjang
sambil merem melek menikmati hajaran kontol Willy yang luar biasa itu di
memeknya.
Aku terangsang hebat. Celana renang segitiga yang
kukenakan, tak lagi bisa menampung kontolku yang membengkak. Aku tak
tahu. Aku terangsang karena apa? Apakah karena melihat persetubuhan
mereka, atau karena serius mengamati kontol besar Willy yang keluar
masuk vagina si Mimi itu. Entahlah.
Tanganku langsung mengocok
batang kontolku yang sudah kukeluarkan dari celana renangku. Kukocok
sekuat tenaga. Cepat. Aku ingin segera menumpahkan spermaku.
“Eh, Tom. Ngapain luh?” tiba-tiba kudengar suara Mimi menegurku.
Mataku
yang sedang merem melek langsung menatapnya. Kulihat ia menolehkan
wajahnya yang cantik memandangku yang sedang berdiri mengangang sambil
ngocok. Willy tersenyum memandangku. Mereka tak menghentikan permainan
mereka.
“memang lo enggak bisa liat, gue lagi ngapain,” jawabku cuek. Willy tertawa kecil mendengar jawabanku.
“Gila lo,” kata Mimi. Setelah itu ia kembali asyik menikmati genjotan Willy.
Akhirnya
akupun orgasme sambil memandangi Mimi dan Willy yang terus bercinta.
Tak lama setelah itu si Willy yang orgasme di mulut Mimi. Sebelum
spermanya sempat mencelat dari lobang kencingnya, Willy menyempatkan
menyabut kontolnya yang gemuk dan panjang itu dari vagina Mimi. Lalu
disuruhnya Mimi membuka mulutnya lebar-lebar menyambut tumpahan sperma
Willy yang deras. Aku benar-benar terbius birahi melihat detik-detik
Willy menumpahkan spermanya di mulut adikku itu. Entah kenapa nafsuku
terasa menggelegak melihat kontol itu menyemburkan spermanya yang deras
berulang-ulang. Kupelototi setiap detik orgasme Willy itu tanpa berkedip
sama sekali. Aku tak ingin kehilangan momen yang indah itu sedetikpun.
“Gila lo. Adik sendiri ngentot ditonton,” kata Mimi padaku.
Saat
itu kami bertiga berbaring di tepi kolam renang kelelahan. Kalau orang
melihat kami saat itu, mereka tidak mengetahui kalau kami baru saja
orgasme tadi. Yang melihat pasti hanya mengira kami sedang berjemur
menikmati cahaya matahari di tepi kolam renang.
“Habisnya elo berdua sama gilanya sih. Masak pagi-pagi ngentot disini. Ketahuan Mama gimana?” sahutku.
“Cuek.
Mama enggak bakalan bangun. Sebelum ngentotin gua, Mama habis dihajar
sama si Willy. Jadi Mama pasti sedang ngorok kecapaian,” jawab Mimi
yakin.
“Benar Wil?” tanyaku.
“Yap,” sahut Willy singkat.
Dasar
si Willy. Habis ngentot dengan Mama, masih sanggup ngentoti si Mimi
sebinal tadi. Benar-benar profesional nih cowok, pikirku. Itu pengalaman
keduaku melihat kontol si Willy. Seru? Belum! Ada pengalaman berikutnya
yang lebih seru dari itu.
Ke bagian 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar