Sebagai junior employee dan baru berkarir di sebuah instansi,
aku ditugaskan ikut kursus singkat selama dua bulan di Denpasar, Bali.
Ini tentu menggembirakan. Bayanganku, di Bali pasti mudah menemukan yang
indah-indah. Oleh karenanya keberangkatanku ini kusiapkan sebaik
mungkin. Dari Balikpapan dan transit di Surabaya bagiku cukup untuk
istirahat dan membuatku tertidur sesaat, sampai ban Airbus itu
menggerinyit mencium landasan pacu Juanda, aku tersentak dari tidurku.
Beberapa saat kami melanjutkan lagi penerbangan ke Denpasar. Ketika
pesawatku mendarat, ah, bau dupa setanggi itu begitu nyata di hadapanku.
Kini aku menginjak pulau Bali, pulau para dewa berada, dan pulau surga
di Indonesia.
“Benarkah? Denpasar, aku datang..!” seruku dalam hati, give me your best service.
Aku
telah lama mendambakan menemukan seorang cowok yang macho, atletis,
seksi, dan belum disunat. Aku ingin menemukan sensasi baru. Kupikir di
Bali inilah akan kudapatkan itu.
“Mungkinkah aku memperoleh itu di sini?” tanyaku dalam hati.
Besoknya, setelah semalam tidur di penginapan, aku mencari kost yang
cocok dan menemukannya di Jalan Tukad Banyusari. Aku memperoleh kost
yang cukup tenang, dengan keluarga yang hangat dan menyenangkan. Satu
per satu anggota keluarganya dikenalkan, sampai pada anaknya yang cowok
masih SMA, bernama Nyoman (sebut saja begitu, nama aslinya tidak usah
kusebutkan, aku kasihan dengannya, dan yang terpenting, that is our secret,
ok). Aku terpana waktu Nyoman menyalamiku. Ia kelihatan biasa-biasa
saja, tapi aku merasa jantungku demikian berdebar. Anak itu sangat sopan
waktu berkenalan denganku. Ia ganteng, atletis, dengan tinggi sekitar
170 cm, dan yang terpenting dia seksi. Kulihat di seragam abu-abu
SMA-nya cukup nyata tonjolan kelelakiannya, membuatku semakin mantap
untuk menemukan kehangatan padanya.
“Nyoman, aku harus dapat kamu!” seruku dalam hati.
Ya, aku harus dapatkan dia. Aku jatuh cinta pada Nyoman, pada pandangan pertama.
Sama keluarga itu aku akrab. Aku juga biasa iseng mencoba menganyam
janur yang diperlukan keluarga itu untuk berbagai keperluan, jadinya aku
tidak merasa asing. Yang paling kurasakan sulit di sana adalah soal
makan. Untuk itu biasanya sekitar jam 7 malam kuajak Nyoman menemaniku
makan di sebuah warung yang bersih dan bersuasana nyaman. Aku merasa
sangat dekat dengan Nyoman karena setiap kali kuajak, dia tidak pernah
menolak. Dengan senang hati aku selalu diboncengnya. Dan aku sangat
menikmati memeluknya dari belakang, merasakan kehangatannya. Aku juga
suka mengelus pahanya yang kekar dibalut jeans sobek kesukaannya, dan
sering pula kusengaja menyentuh bukit cowoknya yang menonjol itu. Nyoman
sama sekali tidak mengomentari kenekatanku itu, sehingga aku sering
merasa penasaran. Baginya, kenekatanku itu sama sekali no comment.
Beberapa waktu kursus berlangsung, aku mulai diselimuti rasa bosan.
Ditambah lagi menu makanan di tempat kursus yang tidak variatif
membuatku sangat jenuh. Untuk menanggulanginya, aku mengajak Nyoman
berenang, karena sejak kuliah aku memang hobby berenang. Sejak aku mulai
kerja, aku agak jarang berenang. Nyoman kemudian bersedia. Kami janjian
berenang pada hari Minggu. Selama berenang aku sering menatap tubuhnya
yang atletis dan seksi dengan mencuri-curi, yang saat itu hanya dililit
celana renang yang ketat menonjolkan kelelakiannya. Aku meneguk liur
setiap kali ia naik ke pinggir kolam untuk istirahat.
Setelah kami cukup puas berenang, kami ke kamar ganti. Di situ, aku
menemukan sebagian dari apa yang kuidamkan pada Nyoman. Kami sama-sama
bugil waktu ganti, dan rupanya itu hal biasa di Bali. Aku tidak dapat
menahan gejolakku pada Nyoman ketika kulihat penisnya yang panjang
dengan kulup menjulur keriput. Aku begitu bernafsu menyentuh penisnya
dengan lembut.
Nyoman hanya berkomentar singkat, “Ah, Kak Rafael nakal,” katanya sambil memegang tanganku sopan.
“Nyoman, burungmu masih punya kulup ya?” godaku, walau aku tahu mayoritas orang Bali tidak disunat.
Ia tersenyum, “Iya, di sini cowoknya rata-rata kami tidak disunat, lho,” katanya meyakinkanku.
Aku
mengangguk, seakan-akan memahami perkataannya. Di hatiku aku merasa
idamanku akan terwujud sebentar lagi. Kuputar otak untuk merayu Nyoman.
“Man, nanti kita makan di warung yang biasa ya, habis itu pulang. Aku tidak enak badan nih,” kataku memulai aksiku.
Nyoman kemudian memboncengku.
Malamnya aku cepat masuk kamar, kubilang aku masuk angin. Tidak disangka, Ibu Nyoman malah menyuruh si Nyoman ngerokin aku.
“Wow, thaks Mom..” seruku dalam hati.
Aku buru-buru masuk dan merebahkan diri di kasur.
“Kakak, mau enggak nih, Nyoman kerokin,” katanya waktu membuka pintu kamarku.
“Ehm…, kamu tidak capek, Man?” tanyaku berpura-pura.
“Capek
sedikit sih, tapi kan kasihan kakak, besok harus ikut kegiatan. Saya
kan sekolah siang, jadi masih bisa nambah istirahat,” katanya
meyakinkan.
“Gini aja, Man, kamu tidak usah ngerokin kakak, ya. Kamu cukup pijitin aja deh punggung kakak..” kataku.
Nyoman menurut.
Aku kemudian menelungkupkan badanku, dan Nyoman berdiri di samping
ranjang, memijit-mijit otot punggungku. Setelah beberapa menit,
kurasakan pijitannya mengendor.
“Kamu capek ya Man?” tanyaku.
“Kalo kamu capek berdiri, dudukin aja badan kakak,” kataku.
Nyoman
menurut. Didudukinya pahaku, lalu dia memijat badanku. Aku merasakan
tonjolan penisnya yang besar itu menyentuh pantatku, menimbulkan getaran
yang sensasional. Aku membayangkan betapa nikmatnya bercinta dengan
Nyoman. Aku terhanyut dalam ngantukku sesaat. Tiba-tiba aku terjaga dan
kurasakan nafasku agak sesak karena menelungkup cukup lama. Kusuruh
Nyoman turun dari badanku, dan aku membalikkan badan.
“Udahan nih?” tanyanya.
Aku mengangguk mengiyakan, “Iya, tapi Nyoman temenin Kakak tidur di sini, ya!” pintaku.
Nyoman mengangguk, sambil membaringkan badannya di ranjang.
Malam itu aku tidak dapat tidur. Nyoman kelihatannya sudah jauh
meninggalkanku, dalam kenikmatan bertemu sang dewi malam, dan aku tidak
menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengelus, meraba dan meremas semua
apa yang ada pada Nyoman.
Pada saat menjelang dini hari, setelah kupuas menelusuri lekuk-lekuk tubuhnya yang kekar, aku membisik di telinganya.
“Man, kakak boleh peluk kamu, tidak?” bisikku mengganggu tidurnya.
“Aaaaah, Kak Rafael nakal lagi. Kalau mau peluk aja Nyoman, tapi Nyoman terus tidur ya!” katanya.
Yes!
Nikmat betul memeluk cowok yang kudamba selama berhari-hari, malam itu.
Eh, rupanya Nyoman tidak bisa tidur lagi setelah kuganggu. Tangannya
kurasakan bergerak-gerak terus, tapi aku tidak peduli. Tanganku mulai
menggerayang lagi, kali ini lebih intens ke arah paha, pinggul dan pusarnya. Nafas Nyoman terdengar memburu.
“Kamu tidak tidur ya Man?” Nyoman mengangguk.
Lalu aku kembali memulai aksiku.
“Man, aku pingin sebenarnya dapat cewek Bali,” kataku memancing.
“Tapi
kak Raf tidak punya kesempatan banyak, sekarang sudah sedikit waktu
lagi, kakak harus kembali. Kalo tidak dapat cewek Bali, gimana kalo
cowoknya aja,” kataku merayunya.
Nyoman senyum aja, ketika tanganku
mulai meraba puting susunya. Aku tambah nekat melihat reaksinya yang
pasrah. Kuangkat bajunya, lalu kupelukkan tanganku melalui bawah
tengkuknya sehingga kedua tanganku bebas memainkan kedua puting susunya
yang kurasakan mengeras. Nyoman kemudian mengusap-usap kedua tanganku.
Aku makin nekat. Kutarik ia menghadapku, lalu aku melumatkan ciuman yang
menggetarkan ke pipi dan mulutnya tanpa ampun. Lidahnya ikut
menari-nari bermain dengan lidahku.
“Nyoman, kamu mau kan, kalo kakak
minta kamu mesra-mesraan lebih dari ini sama kakak,” kataku memintanya.
Nyoman mengangguk dengan mata terpejam. Rupa-rupanya Nyoman sudah
benar-benar horny saat itu. Kupikir, inilah saatnya aku leading Nyomanku itu.
Perlahan kukecup lagi kening dan pipinya. Kubuka bajuku dan bajunya
yang sudah basah oleh keringat. Kutelusuri badannya dengan bibirku,
perlahan, penuh penghayatan, mulai lehernya yang berpeluh, kemudian
kedua puting susunya, lalu aku menurunkan kecupan mesraku ke arah
perutnya yang menunjukkan kekekaran ototnya, lalu ke arah pinggangnya.
Nyoman menggeliat geli, tapi tetap menikmati sentuhan mesraku itu.
“Kak, Nyoman mau diapain sih sama kakak,” katanya memelas.
Di telingaku, kalimatnya itu sungguh menggairahkanku.
“Ehm, kakak cuma mau membagi kemesraan dan kehangatan yang kakak punyai,” tegasku.
Celana kulotnya yang longgar perlahan kutarik.
“Ehm,
gluk” aku meneguk liur. CD-nya kulihat begitu minim, sampai bulu-bulu
penghias penisnya merebak keluar. Lalu dengan masih tetap memakai CD,
kuciumi sekitar penisnya. Tonjolan lelakinya kelihatan begitu nyata. Bau
smegma-nya merebak bercampur bau keringatnya yang rada kecut membuatku semakin penasaran.
Setelah CD-nya basah oleh liurku, perlahan kutarik. Ah, penisnya yang besar itu sudah tegak sekali.
“Kakak, Nyoman mau,” bisik Nyoman.
Aku
bangkit dan menarik pakaiannya, sehingga ia jadi bugil. Kuminta ia
menjulurkan kakinya ke bawah sambil berbaring di pinggir kasur dan
mengangkangkan pahanya. Bulu kakinya yang merebak tumbuh di sekitar paha
dan penisnya itu menambah gairahku. Penisnya tampak tegang, tapi
kepalanya masih terkulum kulup. Ah, penis yang sempurna. Dengan panjang
sekitar 17 cm, penis itu nampak begitu mempesona. Cepat kulumatkan
lidahku ke bawah batang penisnya.
“Emmm, ahhh,” desah Nyoman tidak karuan.
Kemudian ketika kulupnya kusentuh dengan ujung lidahku, tangannya
gelagapan mencari pegangan. Tanganku menarik kulupnya ke arah belakang
penisnya, hingga kepalanya yang merah dan besar itu keluar. Kulihat ada smegma di sisi bawah kepala penisnya, dan dengan tisu basah kuseka kepala penisnya itu beberapa kali, gently.
Nyoman meregang-regangkan badannya, merasa geli dan nikmat. Lalu dengan
sigap kukulum lagi penisnya, dan kumainkan lidahku memelintir penisnya.
“Oh, Kakak, Nyoman ahhh… ehmm,” ia betul-betul tidak sanggup berkata-kata lagi ketika merasakan kulumanku.
Butir-butir keringat memercik di paha dan selangkangannya, dan telapak kakinya terasa merengkuh pundakku.
“Kakak, Nyoman udah hampir nih,” katanya.
Ah, puncak itu hampir kunikmati sekarang. Aku terus mengulum dan menarikan lidahku di penisnya.
“Ahmmm…
ahhh… Kak Raf, Kakak… ah, Kakak, Nyoman mau keluar nih,” jerit Nyoman
lirih tertahan, dan sesaat, “Crit… crit… crit…” kurasakan luncuran
segumpal sperma hangat masuk ke kerongkonganku.
Cepat kureguk curahan
sperma Nyoman yang berikutnya, yang berikutnya, terus, terus, terus,
aduh, begitu banyaknya, sampai kemudian aku menjilatkan lidahku pada
tetes terakhirnya. Ah, betapa nikmatnya. Amis dan kental. Rasa yang
sangat kusuka. Penisnya yang keras itu menjadi mengkilat akibat jilatan
lidahku yang basah. Aku terhenyak merapat ke sisi badannya. Tanganku
kemudian mengusap celanaku, menggesek-gesekkan penisku. Perlahan penis
itu menegang dalam sangkarnya.
“Nyoman, suck me, please!” pintaku.
Nyoman yang setengah lemas
bangkit dan memulai permainannya. Bibirku adalah awal sasaran
kegemesannya. Lidahku dibuat terkulai oleh permainan lidahnya. Perlahan
kemudian leher dan tengkukku digeseknya dengan jenggotnya yang mulai
tumbuh setelah dicukur dua hari lalu. Terasa kasar, tapi aku enjoy
sekali.
“Ehmmm, Nyoman, gesek yang lembut ya,” pintaku.
Nyoman
meneruskan aksinya ke arah perutku yang sensitif. Aku tersentak geli.
Nyoman tanpa kuduga kemudian dengan cepat ia memelorotkan celana dan
CD-ku, sehingga aku bugil. Penisku yang setengah berdiri dielusnya
dengan lembut, lalu diciuminya bagian bawah penisku itu. Keruan saja aku
mengerang merasakan kenikmatan yang memang sudah membara.
Nyoman kemudian mengocok penisku perlahan sampai ia jadi keras.
Dikulumnya penisku itu, sehingga aku menggelinjang kuat. Penisku
betul-betul erect dan menunjukkan kekekarannya. Woow, tak
kusangka, Nyoman yang kukira hijau ini, ternyata sanggup bermain oral,
permainan favoritku.
“Ah, punya kakak ternyata gede juga nih,” katanya.
Ya,
dengan panjang sekitar 16 cm, punyaku memang rada kecil dibandingkan
punya Nyoman, tapi, itu tidak masalah. Aku sudah sangat terbuai dengan
permainan hangat Nyoman. Nyoman dengan cepat menyedot penisku, sampai
“Aaaah… Emmmm…” Spermaku muncrat ke bibir dan pipinya. Nyoman
mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Kak Raf, bersihin dong!” pintanya.
Aku melumat bibirnya yang basah oleh spermaku, kujilat cairanku itu, “Eem…, nikmat sekali.”
“Man, trims ya. Kakak udah ngutang padamu Man,” kataku berbisik.
Nyoman kelihatan sangat capek. Ia hanya mengangguk perlahan.
“Ah, biarkan saja dia menikmati tidurnya itu,” pikirku dalam hati.
Kami akhirnya tidur lelap.
Dua malam kemudian Nyoman masuk ke kamarku lagi. Dia menanyakan jalan
pemecahan untuk PR matematika. Dengan senang hati kukabulkan
permintaannya. Setelah itu ia berdiri dan dengan nakal menggelitikkan
jarinya yang kekar ke arah pinggangku.
“Trims ya Kak,” katanya.
Kupikir Nyoman mau keluar kamarku setelah itu, tapi ia kemudian malah berbaring di ranjangku.
“Kakak, Nyoman mau tanya nih,” katanya.
“Mau tidak Kakak merasakan lagi apa kita rasakan kemarin?”
Aku tersentak kaget.
“Eh, Kakak mau dong,” jawabku.
“Tapi…”
“Tidak tapi-tapian!”
“Kakak kan bilang, Kakak udah ngutang sama Nyoman, kan? nah, sekarang Kakak harus bayar. OK, ya, mau?”
Aku mengangguk. Tiba- iba pintu kamar ditutup dan dikuncinya.
“Kak, malam ini biarkan Nyoman menunjukkan bahwa Nyoman juga bisa,” katanya.
Lalu
tangannya dengan sigap menarik bajuku, hampir memaksa, lalu celana
jeansku, lalu CD-ku. Ah, Nyoman begitu paham memainkan aksinya di
seluruh badanku seperti yang sangat kuimpikan. Di tengah permainan itu
Nyoman mulai membuka pakaiannya. Penisnya yang menjulur panjang itu
membuat darahku mendidih. Kurasakan pelukan liarnya di badanku
menunjukkan gairahnya yang memuncak. Aku disodorinya satu tube lotion, lalu kuoleskan di selangkangannya.
“Fuck me, Rafaelku!” bisiknya.
Kuusapkan lotion
itu pada kepala penisku yang menegang dan pada lobang anusnya. Lalu,
jari tengahku kumasukkan perlahan untuk membuka anusnya yang kurasakan
sangat sempit. “Ssrejjjj…” kumulai penetrasi tangankuku. So slowly, but sure. Satu jari, lalu lama-lama, dua jari. Nyoman merintih. Nampaknya, ini sodomi pertamanya.
Setelah anusnya cukup membuka, penisku kudorong perlahan, lalu kugoyang.
“Kakak, goyang yang keras, terus… terus…” katanya berbisik.
Aku
memainkan penisku maju mundur, dan mengocok penis Nyoman yang kurasakan
sangat keras. Bunyi kulup waktu dikocok jelas terdengar, “Clup, clup…
clup… clup…”
Suasana itu begitu menegangkanku, hingga spermaku kurasakan mau keluar.
“Man, aku mau sampai nih,” desahku lirih.
Nyoman
mendorong tubuhku dan melepaskan penetrasiku, lalu dikulumnya penisku,
disedotnya, dan lidahnya dimainkannya menari-nari memainkan batang
penisku yang sangat erect itu.
“Ahhh…” jeritku.
Tanganku
mencengkeram pinggir kasur dengan kuat ketika spermaku memuncrat dari
penisku. Nyoman malam ini tidak mau lagi menyisakan tumpahnya spermaku
barang setetespun. Cairan nikmat itu dijilatnya sampai bersih.
“Ahhh… mmm…” aku mendesah.
Nyoman menarik rambutku. Ia mengangkang di sisi kepalaku, sambil tangannya mengocok penisnya yang kulihat sama erect-nya dengan penisku tadi.
“Kak, spermaku nanti dijilat lagi ya!” pintanya.
Tidak
lama kemudian, kurasakan cipratan hangat spermanya di bibirku. Aku
membuka mulutku, untuk menunggu curahan selanjutnya. Nyoman merintih
lirih di sisiku. Kuraih batang penisnya, lalu kusedot lembut. Ia
menggelinjang liar. Ia lemas. Kemudian badannya direbahkannya
menindihku. Kepalanya terkulai sambil mencium penisku yang sudah loyo
dari tadi. Ia memelukku dalam posisi 69. Kembali kami tertidur hingga
pagi.
Pagi itu kubangunkan ia dari tidur lelapnya.
“Man, udah pagi nih,” bisikku.
Aku bergegas mandi. Ia menggeliatkan badannya ketika aku masuk lagi ke kamar.
Kubisiki
kupingnya, “Nyoman, Kak Rafael ternyata tidak salah pilih kost, kost
Nyoman ini penuh layanan, dan nanti jadi kenangan manis,” kataku
merayunya.
Nyoman tersenyum. “Kak Rafael, sebetulnya kakak juga memberikan kenangan manis sama Nyoman,” katanya.
“Kakak
udah benar-benar mengajarkan bagaimana seharusnya Nyoman melayani
Kakak. Nyoman belajar banyak sama Kakak. Itu juga jadi kenangan manis
buat Nyoman,” katanya.
Tidak terasa dua bulan telah lewat. Kursusku kurampungkan tepat pada
waktunya. Ketika aku akan berangkat kembali ke Balikpapan, aku sekali
lagi minta kehangatan Nyoman, agar jadi kenangan indahku. Yah, kami
kemudian memainkan lagi permainan cinta yang mempesona itu. Bagai dua
pengembara yang dahaga, kami mereguk cinta itu sepuasnya. Mereguk madu
amis dan kental kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar