Aku kembali mengunjungi warnet Ampera7 untuk memuaskan nafsu
homoseksualku. Siang hari, banyak pria gagah berkumpul di warnet itu.
Mereka adalah para taruna angkatan laut. Ada yang badannya sangat tegap
bak seorang binaragawan, tapi ada pula yang badannya agak tambun.
Belakangan ini, aku demam menonton tinju dan fighting. Terutama kalau
yang bertanding itu para bule yang berbadan keras. Aku tidak suka
kekerasan, namun aku suka melihat tubuh atletis para pria yang sedang
bertarung. Ah, sangat jantan dan maskulin.
Siang itu, saat aku
asyik melihat foto-foto seksi Mirko Cro Cop (petarung Kroasia K-1) yang
sedang bertarung telanjang dada, aku dikejutkan oleh seorang taruna yang
kebetulan sedang menemani temannya di warnet itu. Mereka duduk tepat di
sebelahku. Pria itu berkata, “Anda suka fighting, yach?”
Aku
hanya tersenyum malu, diam-diam mencuri pandang. Pria itu mengenakan
seragam angkatan laut, tanpa topi. Kulitnya sawo kecoklatan. Wajahnya
menunjukkan usia 30an itu nampak ramah. Badannya memang tidak kekar,
sedikit berlemak, namun tidak gemuk. Dia memang tidak tampan, tapi juga
tidak jelek. Biarpun begitu, tiba-tiba aku menjadi bergairah sekali.
Temannya
jauh berbeda dengannya, lebih muda (20an). Tubuhnya lebih langsing
namun terlihat padat. Wajahnya sangat tegas dan juga tampan. Melihatnya
saja sudah melambungkan imajinasiku ke langit ketujuh. Apalagi kalau
diajak bercinta. Perkenalan lebih lanjut membuatku mengetahui bahwa nama
pria yang menyapaku tadi adalah Iwan. Sedangkan temannya itu Bram.
“Mau enggak mampir ke tempatku?” tawar Iwan, tersenyum ramah.
“Aku punya banyak foto petarung di komputerku. Kamu pasti suka.”
Tangannya diletakkan di atas punggungku, membuat jantungku berdebar tak karuan.
“Mau banget,” jawabku. Diam-diam, penisku mulai tegang, setegang baja.
Singkat
cerita, aku pun diajak Iwan dan Bram ke kamar asrama mereka. Banyak
taruna ganteng dan gagah yang berlalu lalang. Kemaluanku menjadi semakin
tegang dan mulai mengucurkan precum. Di dalam kamarnya, Bram
menghempaskan dirinya ke atas ranjang bertingkat bagian bawah. Dengan
cueknya, Bram melepaskan pakaiannya dan tidur dengan hanya mengenakan
celana dalam putih. Keringat mengucur deras dari sekujur tubuhnya.
Nampaknya Bram benar-benar kepanasan. Sekilas, aku mengintip tubuhnya
yang mengkilat dengan keringat. Ah, seksi sekali… Penuh dengan otot…
“Endy? Lagi ngapain kamu?” tanya Iwan, membuyarkan lamunanku.
“Kok dari tadi asyik mandangin badan Bram? Suka yach?” godanya, sambil mencolek pinggangku.
Aku
terkejut sekali saat Iwan mencolek pinggangku. Untuk sesaat aku mengira
kalau dia juga gay, sama sepertiku. Namun, aku segera menghapus pikiran
itu, sebab mereka nampak sangat ‘straight’. Tanpa menunggu jawabanku,
Iwan menyalakan komputernya dan memintaku untuk duduk di depannya.
Sesaat kemudian, dia sibuk memperlihatkam foto-foto para petarung lain
yang tak kalah ganteng dan kekar dari Mirko Cro Cop. Aku semakin
terangsang dan mulai duduk dengan gelisah. Tanpa kusadari Iwan bergeser
ke belakangku sambil memencet-mencet keyboardnya. Tangan kirinya
diletakkan di atas bahuku, meremas-remasnya dengan lembut. Aku menjadi
mabuk kepayang dibuatnya.
“Aku punya gambar-gambar yang lebih bagus dari ini. Mau lihat?” tanyanya.
Aku
mengangguk saja. Lalu Iwan membuka sebuah folder yang berjudul Cowok.
Apa yang kulihat berikutnya membuatku terkejut sekali. Di depan layar
komputer, berbaris foto-foto cowok bule bugil. Ada yang berpose
telanjang bulat, ada yang berciuman dengan sesama pria, bahkan ada yang
saling menyetubuhi pria lain. Jantungku berdebar kencang sekali. Iwan
segera menjawab,
“Ya, aku gay. Aku ingin berhubungan seks denganmu, manis.”
Iwan
mencium-cium leherku dari belakang. Kedua lengannya yang besar dan kuat
menglingkari pundakku. Tangannya menjalari dadaku, meremas-remasnya.
Tanpa dapat ditahan, aku mengerang kenikmatan. Aku hanya dapat pasrah,
menyadari bahwa sebentar lagi Iwan akan mengambil keperjakaanku. Namun
aku tak dapat menyangkal kalau aku amat mengharapkannya.
Tangan
Iwan pun mulai menjalar dengan liarnya. Sambil membimbingku berdiri,
Iwan mulai memasukkan tangannya ke dalam celana pendekku. Alangkah
terkejutnya Iwan mengetahui kalau aku tak memakai celana dalam. Sambil
tetap memelukku dari belakang, dia memberikan sebuah senyuman mesum
padaku. Mudah baginya untuk menemukan alat kelaminku. Begitu dia
menyentuhnya, aku mengerang makin liar. Senjataku sudah mengeras dan
membasahi celanaku. Satu-persatu, pakaianku jatuh ke lantai. Dengan
lembut, dia memutar tubuhku agar aku menghadap mukanya. Aku kini sudah
berdiri telanjang bulat di depannya. Iwan tersenyum sensual sambil
menjilat bibirnya.
Katanya, “Aku paling suka cowok Chinese yang putih mulus sepertimu. Cocok sekali untuk dingentotin.”
Iwan
nampaknya tak mau berbasa-basi lagi sebab dia segera menanggalkan
pakaiannya. Dengan bernafsu, Iwan memelukku. Pelukannya membuatku liar
sehingga aku dengan leluasa meraba-raba punggungnya.
“Mau tidak ‘dipakai’?” tanyanya sambil memelintir kedua putingku. Aku mengangguk.
Kemudian,
terbuai dalam suasana erotis, aku menciumi sekujur tubuhnya, mulai dari
leher, turun ke dadanya. Ah… Aku amat memujanya… Dada milik Iwan memang
tidak terlalu keras dan berotot, namun lumayan seksi. Kedua putingnya
yang tadi tertidur, kini mulai mengeras seiring dengan permainan
lidahku. Sesaat kemudian terdengarlah erangan merdu dari bibir Iwan.
Usai menjilati dadanya, aku bergerak menuruni perutnya dan tiba di
kemaluannya.
Sungguh merupakan kontol terseksi yang pernah
kulihat. Panjangnya hampir mencapai 20 cm dengan ketebalan yang nyaris
melampaui 5cm. Terbakar oleh nafsu birahi, kontol itu berdenyut keras
sekali, seolah menuntut servis dariku. Cairan pra-ejakulasinya mulai
mengalir dan menetes ke atas lantai. Dengan sigap, aku menangkapnya
dengan lidahku. Hmm… Sungguh lezat sekali. Iwan hanya tersenyum
meyaksikan ulahku. Kontol Iwan memang nampak lezat sekali. Dengan saus
pra-ejakulasi yang terus mengalir turun.
“Ayo, sayang, hisap kontolku,” ujarnya seraya mengelus-ngelus dadaku. Kemaluanku sendiri tegang sekali, minta dipuaskan.
Sambil
berlutut, aku menjilati batang kejantanannya dengan antusias. Erangan
nikmat Iwan terdengar kencang sekali. Namun dalam suasana erotis seperti
itu, hal itu tidak dipedulikan sama sekali. Yang penting, hasrat semua
pihak terpuaskan. Kubuka mulutku lebar-leabr dan membiarkan kontol Iwan
menerjang keluar masuk. Sesekali aku tersedak namun dengan sigap, aku
dapat kembali mengikuti irama sodokan kontolnya itu.
“… Aarrgghhh…” erang Iwan, matanya terpejam rapat.
Cairan
pra-ejakulasi Iwan terasa bagaikan cairan ternikmat di dunia. Rasanya
agak asin dan terasa licin di lidah. Iwan memang sungguh merupakan
seorang pejantan, sebab cairan itu mengalir tanpa henti. Seperti bayi
yang menyusu, aku terus menghisap kepala kontolnya demi mendapatkan
cairan itu lebih banyak. Aku memperkuat sedotanku dan Iwan pun mengerang
keenakkan.
Asyik memeras kontol Iwan dengan bibir dan lidahku,
aku tak menyadari bahwa seseorang sedang berdiri di belakangku. Aku baru
tersadar saat orang itu membelai-belai punggungku. Ternyata orang itu
adalah Bram. Dari sudut mataku, aku mengintip dan mendapatkan Bram telah
telanjang bulat. Kontolnya tegang, basah, dan meninggalkan noda di
lantai.
Sejujurnya, Bram jauh lebih ganteng dan berotot
dibanding Iwan, namun Iwan sendiri memiliki aura kelaki-lakian yang tak
dapat kutolak. Bram menggosok-gosokkan kontolnya ke punggungku, sambil
berciuman dengan Iwan. Sesaat kemudian, Bram bergeser, mendekat pada
Iwan sehingga kontolnya berada tepat di depan mulutku yang penuh dengan
kontol Iwan. Bram memukul-mukulkan kontolnya yang berliur itu ke pipiku.
Mau-tak mau, aku melepaskan kontol Iwan dan menggantikannya dengan
kontol Bram.
Pada dasarnya, kontol mereka kelihatan hampir sama.
Namun, kontol milik Bram nampak lebih besar. Mungkin Karena pemiliknya
adalah pria yang berotot. Begitu kontol Bram mendarat dalam mulutku, aku
langsung dihadiahi dengan berliter-liter cairan kelaki-lakiannya. Aahh…
Enak sekali… Aku menyedot, menghisap, menjilati, dan menggigit
kontolnya. Aku mengkhayalkan kontol mereka berada di dalam liang duburku
secara bersamaan… Pasti akan terasa asyik sekali… Seolah-olah dapat
membaca pikiranku.
Iwan berkata, “Sabar saja, sayang. Nanti kamu akan mendapatkan kedua kontol kami di dalam pantatmu.”
Iwan mengocok-ngocok kontolnya sambil menikmati caraku menghisap kontol temannya itu.
“Kami akan mengisi perutmu dengan sperma kami, sampai kamu kebanjiran. Kamu mau kan?”
Saya
hanya mengangguk sambil terus menikmati kontol terlezat yang pernah
kuhisap. Menghisap kontol memang hobiku. Daripada menghisap rokok, lebih
baik menghisap kontol. Lebih enak, segar, dan sehat.
Bram
nampaknya larut dalam hisapan mautku. Sambil mengerang tertahan, dia
memejamkam matanya rapat-rapat dan terus memaju-mundurkan kepalaku.
“… Aarrgghhh… Yeah… Hisap terus kontolku… Yeah… Seperti itu… Lebih kuat lagi, sayang… Aarrgghh…” erangnya.
Aku
terus menghisap batang itu dengan bersemangat. Sesekali, aku
meraba-raba pelernya dan juga dada bidangnya yang perkasa. Aahhh… Iwan
yang tak mau ketinggalan, menggosok-gosokan cairan pra-ejakulasinya ke
mukaku. Aku tahu keinginannya. Maka dengan adil, aku menghisap kontol
mereka berdua secara bergilir. Sementara aku menghisap kontol Iwan,
tanganku mengocok-ngocok penis Bram. Dan begitu sebaliknya.
“AArrgghh…”
Tiba-tiba, Bram menjauhkan kontolnya dariku.
Dia berkata, “Saatnya untuk dingentotin.”
Tangannya
menepuk pantatku keras-keras. Jantungku berdebar-debar. Dari dulu
memang saya sering membayangkan nikmatnya disodomi, namun aku belum
pernah mencobanya. Bagai domba yang digiring, saya digiring ke tempat
tidur. Kedua pria perkasa itu akan segera merenggut keperjakaanku. Iwan
membaringkan tubuhku ke atas ranjang dengan mesra sambil tetap menciumi
bibirku.
Tubuhku terbaring telentang dengan kedua kaki
terkangkang lebar-lebar sementara Iwan berdiri tepat di pertengahan
selangkanganku. Bram berdiri di samping ranjang dan segera mendorong
kepala penisnya masuk ke dalam mulutku. Dengan lahap aku menghisap
batang itu kembali. Aahh, nikmatnya. Cairan pra-ejakulasi tak
henti-hentinya mengalir keluar dari lubang kencing milik Bram.
Dengan penuh nafsu, Bram meremas-remas dadaku sambil mengeluarkan kata-kata kotor.
“…
Yeah… Hisap kontolku… Loe suka kontolku, ‘kan? Yeah… Hisaplah seperti
seorang penghisap kontol yang baik… Buat gue ngecret di mulutmu… Hisap
kontolku…”
Kontolnya didorong lebih dalam lagi, sampai-sampai
kepala kontolnya mengenai dinding kerongkonganku. Kontan saya tersedak,
namun Bram tak sudi melepaskanku. Sebaliknya, dia makin bernafsu,
seakan-akan senang melihatku tersiksa seperti itu.
Aku hampir
kehabisan napas namun tetap berusaha sekuatnya untuk mengikuti ritme
sodokan kontol Bram. Sementara itu, Iwan meraba-raba perut dan
kemaluanku. Dengan lembut, dia berkata,
“Jangan takut, takkan sakit, kok. Yang penting, jangan dilawan. Biarkan saja kontolku masuk. Santai saja.”
Tiba-tiba,
aku merasakan sesuatu yang besar dan basah sedang berusaha membuka
paksa lubang pantatku. Pelan namun pasti, benda itu mulai bergerak masuk
ke dalam anusku. Sakitnya tak terlukiskan. Untuk pertama kalinya, bibir
anusku terbuka lebar dengan paksa, perih sekali. Aku merasa seakan-akan
bibir anusku akan sobek seperti plastik yang terkoyak.
“AARRGGHHH…!” tangisku.
Namun
tangisan and eranganku tak dapat keluar dengan bebas sebab mulutku
tersumpal kontol Bram yang besar dan lezat itu. Hanya suara-suara eranan
tertahan yang tak jelas yang terdengar.
Akhirnya kepala kontol
Iwan telah masuk seluruhnya ke dalam tubuhku. Anusku mencengkeram batang
kejantanannya kuat-kuat, tak ingin melepaskannya. Meskipun anusku
berdenyut-denyut tak karuan, namun aku sangat menikmatinya. Rasa sakit
itu bercampur dengan kenikmatan. Kenikmatan yang kuperoleh dari kontol
seorang lelaki. Iwan hanya tersenyum mesum melihat kenikamtan yang jelas
tergambar di wajahku. Dia tahu benar seperti apa sifatku. Sifat itulah
yang sering dia temukan pada diri semua pelacur. Dia tahu benar betapa
aku menikmati keberadaan kontolnya di dalam tubuhku. Setetes cairan
pra-ejakulasi menetes di dalam duburku dan mengalir masuk ke dalam
ususku. Aku hanya dapat mendesah kenikmatan sambil tetap menghisap
kontol Bram.
Tanpa memberi aba-aba, Iwan mulai menggenjot
pantatku. Dipompakannya penisnya yang besar itu masuk-keluar,
masuk-keluar, masuk-keluar, terus menerus. Semakin lama, pompaannya
semakin kuat, seakan ingin menanamkan seluruh batangnya ke dalam tubuhku
dan ‘menghamiliku’ dengan benih-benihnya. Tubuhku berguncang-guncang
dengan hebat, seiring dengan sodokan kontol Iwan yang makin bertenaga.
Bram
nampak mulai bernafsu. Wajahnya mulai berubah kemerahan, menahan
sesuatu. Rupanya Bram sudah berada di ambang orgasme. Sebentar lagi dia
akan segera ngecret.
“… Oh sial… Gue mau keluar… Aarrgghh… Yeah…
Telan semuanya… Telan air mani gue… TTEELLAANN…!!” Begitu kata TELAN
habis diucapkan, kontolnya menggembung besar di dalam mulutku dan mulai
menembakan spermanya. CROT! CROT!
“AARRGGHH…!!”, teriaknya.
“… AARRGGHH..!! UUGHH..!! OOHH…!! YEAH!!!… AARRGHH…!! OOHH…!!”
Tubuh
Bram terguncang-guncnag dan bergetar hebat. Setiap tembakan pejuhnya
mengirim listrik bertegangan seribu volt ke seluruh tubuhnya.
CROT! CROT!
Iwan
yang sedari tadi asyik menggenjot pantatku, rupanya terangsang habis
oleh orgasm kawannya itu. Seperti reaksi berantai, Iwan mulai
menunjukkan gejala-gejala akan kelaur sebentar lagi.
“… Aakkhh… Aku… Kkellu… AARGHH…!! UUGGHH..!! OOHH…!! AARRGGHH…!! UUGGHH…!! AARRGHH…!!”
Iwan terus-menerus mengerang sambil menembakan cairan kejantanannya, membanjiri ususku. CROT! CROT! CROT! CRET!
Aku sendiri terasa penuh, mengerang penuh kenikmatan.
Bram
yang masih merem-melek oleh karena orgasmnya yang luar biasa itu
langsung memegangkan kontolku dan mengocok-ngocoknya. Tak ayal lagi, aku
pun keluar, dalam beberapa detik saja.
“… Oohh… AARRGHH..!! OOGGHHH…!! AARRGHH…!!”
CROT! CROT! CROT!
Spermaku
bermuncratan ke mana-mana, mengenai tubuhku, tubuh Iwan, ranjang, dan
tentunya tangan Bram. Badanku menggelepar-gelepar, lubang anusku
mencekik kepala kontol milik Iwan yang masih berada di dalam. Kontol
Iwan pun melemas begitu tetes terakhir dari pejuhnya menetes keluar.
“AAhhh…”
Iwan
jatuh menimpa tubuhku dengan lembut, sambil menyisirkan jari-jarinya
pada rambutku. Aku sendiri hanya dapat bernapas terengah-engah, letih
tapi puas sekali. Bram tak mau ketinggalan. Setelah mengeringkan
kontolnya dengan cara menggosok-gosokkannya pada mukaku, Bram berbaring
di ranjang dan memelukku. Kami bertiga saling berangkulan, bermain lidah
dan bibir. Air liur kami saling bercampur, namun rasanya nikmat sekali.
Tangan Bram and Iwan menjamah tubuhku dan mengusap-usap cairan sperma
yang menempel pada badanku. Kurasa, aku mulai jatuh cinta pada mereka
berdua…
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar